Bu Sinta Yang Haus Akan Sex
Cerita Dewasa - Kehidupan itu ada pasang surutnya, ketika saya sedang jaya, saya
mempunyai client yg lumayan banyak untuk ukuran AE pemula di sebuah advertising.Dan dgn ketekunan dan semangat saya, perusahaan tempat saya bekerja mengalami
kemajuan pesat hingga mencapai Top 5 billing di semua stasiun TV.
Dan kemudian bencana pun datang, Perusahaan tersebut menjadi bangkrut karena miss management. Ditengah kesusahan datanglah tawaran dari Lia, junior saya yg
telah pindah ke Gokil Advertising, dan mengenalkan saya dgn Ibu Sinta, pemilik
perusahaan tersebut. Ibu Sinta dipertengahan abad usianya, masih mempunyai
tubuh yg terawat dgn baik, body-nya tdk kalah dgn gadis-gadis yg masih muda yg
menjadi anak buahnya di Gokil Advertising.
Karena
prestasi kerja saya yg baik, kami sering mengadakan meeting after hours, dan
progress kerja saya yg baik, membuat kami cukup akrab..tapi pada suatu malam
ada kejadian yg benar-benar mengubah hidup saya! Begini
Suatu malam, ketika karyawan lain telah pulang, Saya tengah memaparkan
pendekatan saya terhadap satu perusahaan rokok terkemuka, dan kemudian
tiba-tiba Ibu Sinta berkata,
“Haduh, kog punggungku gatal sekali ya?”
Saya
masih berusaha menahan diri untuk tdk terlalu cepat menolongnya, takut nanti
dianggap kurang ajar!
Semakin lama gatalnya sepertinya semakin bertambah,
“Tolong Dik Vian, bisa garrukin punggung Ibu?”
Saya mengangguk dan berusaha membuang pikiran kotor saya, yg
ingin sekali rasanya mengetahui lebih dalam bentuk tubuh boss yg cantik dan
keturunan bangsawan ini..
Saya garuk pelan-pelan, tapi lebih tepatnya hanya mengusap-usap punggungnya
saja, takut kalau Ibu Sinta kesakitan.
“Dik
Vian, agak keras dikit, masih gatal lho Dik”, pinta Ibu Sinta.
Dan saya agak sedikit memantapkan tangan saya dipungungnya.
“Dik Vian, masih belum terasa, sebentar saya buka dulu blazer saya.”
Dia langsung membuka blazernya, sehingga tinggalblouse-nya yg putih dan
transparan. Waduh semakin tdk tahan nih saya, karena kulit tengkuknya yg mulus
dgn sedikit rambut lembut yg tergerai di tengkuknya (Dia kalau ke kantor selalu
rambutnya disanggul di atas), semakin menambah feminin, dan semakin membikin
saya langsung terangsang.
Saya
menggaruknya tetap tdk mau keras dan masih cenderung mengusap atau membelai
punggungnya, karena saya menikmati kehalusan kulit seorang bangsawan yg berada
dibalik bajunya yg tipis. Saya usap seluruh punggungnya dgn pelan, ke atas dan
ke bawah, ke kiri dan ke kanan, terkadang tangan saya, saya telusupkan di bawah
ketiaknya, untuk menggapai payudara yg di depan.
Dia menengadahkan kepalanya, dan menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke
kanan, sambil suaranya mendesah,
“Uuhh enak Dik Vian.. enaakk..uuhh..”
Mendengar desahannya yg merangsang, rudalku langsung tegak bak tugu Monas. Sekujur tubuhku mulai menggigil dan seperti dialiri setrum listrik yg halus
merambat di sekujur tubuh dan terpusat di kemaluanku. Tenggorokanku terasa
kering, dan susah bicara, karena nafsuku yg langsung menggebu.
Baru kali ini saya bisa menikmati tubuh seorang bangsawan yg bersih, terhormat
dan sangat terjaga dari tangan laki-laki lain, selain suaminya.
Karena
Dia duduk membelakangiku yg berdiri sambil memijit-mijit punggungnya, penisku
langsung kutempelkan di punggungnya yg lembut seperti sutera. Kugesek-gesekkan
penisku ke punggungnya dgn pelan. Dan Dia berkali-kali melenguh,
“Uughh, enachh Dik, enaak, terus Dik.”
Dia membimbing tanganku untuk mengusap dua gunung kembar yg kencang dan kenyal.
Kuusap payudaranya dgn lembut, kucium tengkuknya dgn lembut, dan kugesekkan
penisku ke pungungnya dgn lembut.
Aku sangat tahu, kalau melayani tipe
Kucium tengkuknya dgn lembut, Dia sekali lagi menengadahkan kepalanya ke atas,
matanya
sambil terpejam, dan bibirnya yg tipis terbuka sedikit, dan mulutnya
hanya bergumam, “Emm.” Aku tahu itu artinya dia sangat menikmati.
Tanganku,
kuusapkan dgn lembut di sekeliling payudaranya, dan kulingkari masing-masing
payudaranya dgn kedua tanganku, sengaja aku tdk sentuhkan tanganku ke
pentilnya, untuk memberikan sensasi yg sangat halus dan perlahan.
Beberapa kali tanganku mengitari sekeliling payudaranya, kemudian
perlahan-lahan tanganku kutarik untuk mengusap pipinya. Kutengadahkan wajahnya,
dan kucium keningnya dengat lembut sekali. Aku bisa rasakan kelembutan nafasnya
di wajahku, bibirnya yg tipis masih mengeluarkan gumaman yg lembut,
“Dik Vian.. emm.. eemm..”
Dgn
perlahan aku membalikkan badan Dia ke arahku, dgn cara memutar kursinya, dan
saya membimbing dia untuk berdiri dgn perlahan, kini aku dan Dia sudah
berhadapan, sama-sama berdiri, dadaku menempel ke dadanya, dan aku bisa
merasakan kekenyalan susunya, dan saya membayangkan betapa indahnya bViant
kembarnya.
Tanganku kudekapkan ke pinggangnya, dan telapak tanganku kuusapkan ke pantatnya
yg juga sangat indah dan kencang. Tangannya memegang pundakku dgn lembut,
kepalanya sudah menengadah ke atas, dan tatapan matanya.. waduh, jernih dan
indah menatap mataku tanpa berkedip. Kusentuh bibirnya dgn lembut, kuusapkan
perlahan bibirku ke bibirnya.
Dia
memberikan reaksi dgn mengencangkan dekapannya ke pundakku dan dadanya
ditempelkan lekat ke dadaku, tanganku kudekapkan semakin erat ke pantatnya dan
agak kutarik ke atas pantatnya, sehingga kakinya agak diangkat ke atas. Waduh
ciumannya sangat lembut, perlahan-lahan kuusapkan lidahku ke lidahnya, dia
memberikan reaksi yg sama, menyapukan lidahnya ke seluruh mulutku. Tanganku
mulai mengusap-usap punggungnya naik turun dgn lembut. Aku menikmati sekali
kehalusan kulit punggungnya.
Setelah aku puas menciumi bibir, wajah dan pipinya, ciumanku perlahan-lahan
kuarahkan ke lehernya. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan,
matanya masih terpejam menikmati, nafasnya agak memburu, dan mulutnya masih
bergumam,
“Mmm.. uhh..”
Ciumanku mulai bergeser ke bawah, ke belahan dadanya. Kancing blousenya yg di
depan dgn mudah kubuka satu persatu, sehingga tersingkap sudah
Kedua tanganku memegangi dibawah kedua ketiaknya, biar Dia tdk terjerembab ke
belakang, tapi bibirku masih mengusap daerah leher dan di atas payudara.
Aku
sengaja memperlama untuk menyentuh payudaranya, apalagi pentilnya.
“Diik..Vian.. uugghh.. sstt”, sambil mulutnya berdesis kenikmatan.
Blousenya yg masih menempel di pundaknya perlahan-lahan kulepaskan, sehingga
pemandangan kemulusan dan kemolekan tubuh Dia terpampang jelas di hadapanku,
dan terkena sinar lampu down light kekuningan yg berada di langit-langit tepat
di atas kami berdua, menambah romantisnya suasana malam itu yg tdk akan pernah
kulupakan. Sekali lagi tanganku kugunakan meremas sebelah pinggir dari
payudaranya, dan tampak bahwa payudaranya sudah mulai mengeras.
Karena
aku sudah merasa waktunya tepat, maka dgn lembut kukulum pentilnya.
Dan reaksinya,
“Aaaughh, uuhh..ss.. uuhh”,
Dia melenguh-lenguh dan mendesis-desis keenakan, seakan-akan yg dinantikannya
telah tiba.
Meskipun kondisinya sangat terangsang, tapi lenguhan itu tetap lembut dan
terdengar lirih. Kukulum pentilnya, kugesek-gesek pentilnya dgn lidahku, dan
kugigit lembut pentilnya, tanganku tetap meremas-remas lembut payudaranya.
Setelah aku puas mempermainkan pentilnya kiri dan kanan bergantian, kulepaskan
bibirku dari susunya, dan kugeserkan mulutku ke bawah ke seputar perutnya yg
datar dan mengeluarkan aroma parfum yg lembut dan semerbak.
Ketika
mulutku terlepas dari susunya, Dia kelihatan menghela napas lega dan baru bisa
bernafas dgn tenang. Aku menciumi perutnya dgn agak sedikit jongkok. Kucium
pusarnya, dan kujilati pusarnya dgn lidahku. Dia menggelinjang kegelian. Karena
terlalu lama berdiri atau karena sudah sangat terangsang, Dia sudah tdk kuat
berdiri dan dia bergeser ke belakang duduk di meja kerjanya.
Aku berdiri dgn
kedua lututku dan aku tetap jilati pusarnya dan perutnya. Dia menggelinjang
kegelian, dan mengusap-usap rambut kepalaku dgn tdk beraturan, terkadang
meremas, menjambak dan mengusap rambutku. Sehingga rambutku sangat kacau.
Puas dgn permainan perut, Dia kurebahkan di meja kerjanya. Untungya meja kerja
Dia cukup besar. Kupelorotkan rok bawahannya, sekaligus dgn CD-nya. Sekarang
tampak di hadapanku seorang putri yg kuning, bersih, dgn kaki dan betis yg
aduhai indah, terbujur pasrah di hadapanku.
Dia
telentang di atas meja di hadapanku, aku masih berdiri. Aku mencium pipinya
sekali lagi dgn lembut, kuusap payudaranya dgn lembut. Kedua tangan Dia
merangkul leherku dgn erat. Kedua kakinya bergerak-gerak dgn halus pertanda
sangat terangsang. Perlahan-lahan tanganku kugerakan dari susunya turun ke
perutnya. Kuusap sebentar perutnya dan bergerak turun ke bawah mengusap
pahanya. Paha yg selama ini hanya bisa kupandang. Aku usap pahanya naik turun
dgn tetap mulut kami masih saling memagut.
Erangan-erangan kecil keluar dari mulut Dia,
“Ugh.. ugh.. emm.. emm..”
Tanganku
bergerak dari sekitar pahanya terus mengusap sekitar bibir kemaluannya. Dgn perlahan kedua kaki Dia mengembang, memberi kesempatan tanganku untuk
mengelus kemaluannya. Tetapi kemaluannya belum kuelus, hanya kedua selangkangan
saja yg aku belai dgn kedua jari telunjuk dan jari manis bersama-sama.
Kuelus
selangkangannya naik turun, dan Dia menambah kecepatan gerakan kakinya. Dgn
pelan Dia mengangkat pantatnya, sehingga kemaluannya juga ikut naik. Aku tahu ini
pertanda agar aku dapat segera mengelus kemaluannya. Kuusap pelan dan dgn jarak
sentuhan yg kubuat serenggang mungkin antara bibir kemaluannya dan telapak
tanganku, membuat gelinjang Dia menaikkan kemaluannya untuk menyentuh tanganku
semakin tinggi.
Kubelai rambut kemaluannya yg lembut, tipis dan tertata rapi. Setelah puas
memainkan sekitar kemaluannya, dan liang kemaluan Dia sudah semakin terbuka dan
semakin basah. Kusentuh klitorisnya dgn sedikit ujung dari jari tengahku dgn
lembut dan..
“Uuhhgh”, lenguhan Sinta kenikmatan.
Gerakan
kakinya sudah semakin tdk teratur. Tiba-tiba tanganku dijepit dgn kedua pahanya.
“Diik Viani.. aakkuu.. nggakk.. taahh..”
Kemudian tangannya menarik punggungku sebagai bertanda agar aku segera menaiki
tubuhnya. Kutarik kedua kakinya ke arah pinggir meja, sehingga kedua kakinya
terjuntai, kemudian Dia membuka kedua selangkangannya dgn tdk sabar. Aku sempat
memandangi kemaluannya, dan seakan liang kemaluannya merah seperti bibir gadis
yg memakai lipstik yg sedang merengek.
Kugesekkan penisku pelan-pelan ke bibir kemaluannya, dan Dia mengerang lagi,
“Uugghh.. uughhg..”
Kumasukkan dgn pelan penisku ke liang kemaluannya. Belum sampai habis masuk
semua, kutarik kembali dan kumasukkan kembali. Dgn gesekan-gesekan yg pelan
tersebut membuat erangan Dia semakin tdk beraturan. Untuk melayani tipe seperti
Dia ini, kugunakan gaya gesekan 5:1, artinya 5 kali keluar masuk setengah
penis, baru sekali masuk seluruh penis. Dan pada saat masuk yg seluruh penis,
erangan
Dia semakin hebat. Dgn gaya lembut dan 5:1 ini kami bisa saling menikmati.
“Uuugghh.. acchh.. Diikk.. Vian.. ucchh.. sstt.. uhh..”
Erangan erangan yg tdk beraturan tetapi artinya hanya satu yaitu Enak.
Sambil kugenjot pelan penisku, kedua tanganku dgn leluasa meremas kedua
susunya, yg bergerak-gerak naik turun tergantung sodokanku.
Kadang-kadang
tanganku mengusap wajah dan pipinya, kadang-kadang mengusap perutnya.
Setelah cukup lama aku melakukan genjotan 5:1, tiba tiba kedua paha Ibu Sinta
diangkat dan dililitkan ke pinggangku. Kedua tangannya mendekap diriku,
mulutnya sedikit menganga dan mendesis..
“Diikk..Roo..yyy.. saa..yaa saampaaii.. uuhhff.”
Kupegangi pinggangnya untuk menekan liang kemaluannya ke penisku. Setelah Dia
selesai mengejang dan nafasnya tersengal-sengal, aku mulai lagi dgn genjotan,
tetap dgn gaya 5:1.
Dia melenguh,
“Uuff.. uff.. uuff.. Dik Vian beluumm yaa. Ayo donk.. uff.. uff jangan
ditahaan.. uuff.. ugh..”
“Sebentar Bu!” kataku.
“Dik.. uhff, ceepetan dikit.. Dik.. ughf.. uhfgg.. aa.. ku mau uhgf uff uff..
keeluar.. laa.. ggii..”
“Sebentar Bu, aku juga sudah.. mma.. uu.. saammpai..”
Tiba-tiba ada aliran listrik menjalar dari ubun-ubun turun ke arah kemaluanku
dan semakin-lama semakin mengencang. Penisku seakan balon yg ditiup dan mau
pecah.
“Aachghh.. accghh.. Buu.. Rattnaaa.. aku mmau keluarr..”
Dia memegang erat tubuhku dan
“Crrot.. crrooott..” keluar semua cairan yg ada di seluruh tubuhku dan
“Aaachh..”
Kami berdua terkulai lemas dgn badan penuh keringat dan nafas terengah-engah.
“Dik Vian, makasih ya Dik, kamu telah memberi saluran yg selama ini tersumbat.”
Aku sangat puas malam itu, karena aku tdk dapat membayangkan, ternyata aku bisa
menikmati tubuh seorang wanita terhormat, yg selama ini orang luar sangat
menghormatinya, tapi ternyata malam ini dia begitu pasrah menyerahkan tubuhnya
kepadaku.
Jam
telah menujukkan pukul 22.00 ketika permainan kami usai, dan kami berdua segera
masuk ke toilet untuk membersihkan dan merapikan badan kami masing-masing.
Dan sebelum pulang aku mendapat tugas baru dari Dia, yaitu membantu
membersihkan cairan yg membasahi meja kerja Dia, dan membantu merapikannya.
Sambil merapikan mejanya aku berbisik ke telinga Dia,
“Bu meja ini dirapikan ya.. karena besok malam mau dipakai lagi”,
Dia hanya tersenyum dan mencubit mesra lenganku.
Hal tersebut kuulangi setiap ada kesempatan, baik di kantor ataupun di hotel,
tapi rahasia tersebut tdk terbongkar dan kami saling menjaga rahasia.
Dan kalau pagi hari, Dia kembali memerankan perannya sebagai atasan yg
berwibawa, profesional, tetapi kalau malam, melenguh-lenguh dan
menggelinjang-gelinjang di bawah selangkanganku.









No comments: