Anak Autisku Minta di Puasin
MARCO,
anakku autis. Kini telah berumur15 tahun, bertubuh tinggi, sedikit agar kurusan
dibanding tubuhnya. Dia hanya mau kenal dan dekat dgn aku, mamanya. Jika dia
sdh dekat dgn aku, tak seorang pun boleh mendekat. Dia akan mengamuk
sejadi-jadinya dan memecahkan apa saja yg ada.
Dimana
saja dia minta dikeloni oleh aku. Papanya saja kalau dekat pada aku saat dia
sedang minta dikeloni, tak berani dekat.
Anak Autisku Minta di Puasin
Aku pun
setiap malam harus tidur lebih dulu di kamar Marco. Setelah Marco terlelap,
biasanya dia tidur tak pernah bangun jika matahari belum terbit, barulah aku
pindah ke tempat tidurnya dan tidur dgn suamiku.
Marco
sekolah di sekolah autis mulanya, kemudian dgn pendidikan yg baik, dia boleh
masuk SMP dan kini sdh kelas tiga.
“Sdh
sana Co. Mama lagi masak,” kataku ingin melepaskan diri dari pelukan Marco
anakku.
Tp
Marco terus memeluk aku dari belakang dan menciumi aku, pada tengkuk dan
leherku.
Sering
aku terangsang dlm pelukan Marco. Perempuan mana yg tak terangsang, saat
lehernya dijilati dan teteknya dielus-elus oleh laki-laki. Tp yg melakukannya
adalah anak kandungku sendiri.
Jika
dilarang, biasanya Marco akan mengamuk dan marah. Atau mengunci diri di kamar,
tak mau keluar sampai sehari semalam tanpa makan dan minum.
Saat
seperti itulah, aku menjadi kasihan padanya dan membujuknya agar mau keluar dan
makan, karena hanya aku, mamanya yg bisa membujuknya.
Aku pun
selalu menangis. Saat-saat Marco mencumbuiku, aku tak mampu berbuat apa-apa dan
terpaksa membiarkannya, lalu berada dipuncak dan gemetaran antara senang dan
takut dosa, akhirnya harus pasrah dan orgasme.
Saat
pada puncaknya, aku selalu lupa siapa yg membuat aku orgasme. Begitu selesai orgasme,
aku pun sedih dan meneteskan air mata. Karena terlalu sering demikian, akhirnya
aku pasrah dan tak ada cara lain, selain menikmati cumbuan anakku sampai saat
aku orgasme.
Cumbuan
anakku bukan selesai, hingga tak jarang aku harus orgasme sampai dua kali.
Sementara ketika berhubungan dgn suamiku, aku tak pernah mendapatkan orgasme,
tau-tau aku sdh hamil.
“Marco…
sebentar sayang, mama siapkan dulu ikannya, nanti Marco boleh peluk mama lagi,”
kataku.
Tp
Marco tak mau diam. Di rumah, hanya kami berdua dan Marco biasanya jika berdua,
akan bebas melakukan apa saja kepadaku. Seperti hari itu, dia sdh melepas
daster aku sampai aku tinggal memakai bra dan CDsaja.
Aku
terus membersihkan ikan dan memotong-motongnya, lalu mencampurnya dgn garam dan
asam. Tiba-tiba pengait braku sdh terbuka dan Marco melepasnya. Tetekku
berjuntai tanpa pembungkus lagi. Ingin rasanya aku marah pada Marco.
Tp…
Begitu
aku menaikkan kuali ke atas kompor, Marco beraksi lagi melepaskan celana dlmku.
Memaksa CDitu lepas dari tubuhku.
“Kamu
mau apa sayang. Kenapa mama ditelanjangi?” tanyaku.
Marco
hanya tertawa saja. Tawa khas anak autis. Aku pun mengelus-elus kepala Marco
agar dia mengizinkan aku untuk memakai pakaianku kembali. Saat itu Marco
melepaskan pakaiannya.
Dan…
Aku
sangat terkejut, melihat penis anakku begitu besar. Seperti percaya atau tdk,
mataku melotot melihat penis anakku. Jauh lebih besar dari milik suamiku, Papa
Marco. Besar, panjang dan keras. Saat itu juga darahku berdesir. Apakah benar
ini kemaluan laki-laki? Anak usia 15 tahun?
Oh…
Untuk
membuktikannya, aku memegang penis anaknya itu. Lalu aku gigit lidahku sendiri.
Terasa sakit. Benar, aku tdk bermimpi. Saat itulah Marco memeluk aku dan desir
darahku semakin kuat. Lalu Marco mengatakan ingin melakukan, sebagai mana aku dgn
papanya?
Haa….
Mungkin
Marco pernah mengintip atau bahkan sering mengintip kami sedang bersetubuh.
Entahlah. Aku pun diseretnya ke kamar tidur.
“Jangan
Marco. Jangan sayang…” pintaku memelas.
Tp
tenaga anakku jauh lebih kuat. Aku ditelentangkan di tempat tidur dan langsung
dijilati dan dipeluk. Berulang-ulang dgn buas dan tatapan mata yg sangat
menakutkan. Sejak di dapur aku sdh berdesir-desir. Kembali dgn pasrah dan
tetesan air mata, aku pun membiarkan anakku itu.
Dgn
kasar, Marco mengangkangkan kedua pahaku. Dia menindih aku dan menuntut
penisnya memasuki lubang meqiku. Meqi yg basah langsung ditekannya. Terasa
begitu seret dan penis itu memenuhi lubang meqi aku.
Aku tak
mampu membendung hasratku, saat anak itu mulai menjilati leherku dan
meremas-remas tetekku dan menarik cucuk penisnya di lubang aku. Penis itu
begitu penuh. Seperti baut dgn murnya. Tak ada sedikitpun yg tersisa pada
gesekan dinding meqi dgn penis anakku. Setiap tarikan dan tusukan, sepenuhnya
dinding meqiku semua tergesek, bersentuhan antara penis dgn dinding meqi.
Ooohh….
Aku sdh
tak mampu bertahan. Aku memeluk erat tubuh anakku dari bawah. Seingat aku,
selama hidupku, aku belum pernah merasakan kenikmatan seperti itu. Dan aku pun
memeluk sekuat tenagaku sampai nafasku tersengal dan meqiku semakin basah dlm
orgasmeku sendiri.
Lalu
tubuhku melemas. Anakku terus memompa dan memompa aku, seperti tak kenal lelah
dan tak kenal puas, tak kenal ejakulasi. Tusuk-cabut yg dilakukan Marco,
iramanya konstan. Tdk terlalu cepat dan tdk terlalu lamban. Bagaikan hitungan
kondaktor dlm sebuah orkestra, pompaan penis Marco di meqi mama aku, bagaikan
tempo 3/4.
Terus…
terus dan terus, tanpa henti, tanpa istirahat dan terus. Aku sdh sangat basah.
Aku harus pandai mengimbangi untuk menetralkan nafasku.
Lima
menit kemudian, nafasku kembali normal dan Marco terus memompa aku. Aku pun tak
mengangkat kedua kakiku. Hanya saja kedua telapak kakiku menempal ke kasur dan
lututku membengkok ke atas.
Marco
terkadang menindih aku, terkadang berlutut memompa penisnya. Meqi aku semakin
basah dan basah. Aku berupaya membuka mataku. Aku bertatapan dgn mata anakku.
Mata dan wajah tanpa ekspresi dan terus memompa tanpa rasa lelah.
“Sdh
sayang… mama sdh lelah,” bujukku. Marco tak menjawab. Pompaannya dia teruskan
dgn ritma yg tetap tanpa perubahan.
Kembali
Marco memeluk aku dan menciumi leherku dan meremas-remas tetek aku. Kini aku
tak mampu pula berdiam diri. Aku mulai bereaksi dan memeluk anakku. Haruskan
aku orgasme lagi, batinku.
Saat
itulah aku memberikan respons kepada Marco saat pompaan Marco semakin kuat dan
kencang dgn hunjaman-hunjaman yg luar biasa buas dan ganas. Nafasnya sdh
memburu bagaikan kuda yg berlari kenang. Tusuk-cabut… tusuk cabut dan
seterusnya. Semakan lama semakin kencang.
Bukan
hanya penis Marco yg bergesekan dgn dinding meqi aku. Kini tubuhnya terutama
bagian dada dan perutnya bergesekan dgn perut dan tetek aku. Semua tubuhku
bergoyang. Suara tempat tidur tak bisa dihempang dan berdenyit-denyit.
“Ayo
cepat Marco, mama sdh mau keluar… cepat sayaaaaang,” desahku tak kuasa menahan
diri lagi.
Marco
benar-benar seperti kesetanan. Dia terus memompa aku semakin cepat dan cepat
dgn desah nafas yg benar-benar menakutkan. Desah nafas kuda atau desah nafas
lembu yg ganas dan kasar.
“Maarrcooo…..”
teriakku tanpa sadar menggema di ruangan kamar itu. Marco terus memompa aku
semakin cepat lagi, semakin keras dan semakin kasar.
“Maaammmaaaaa…….”
Kini Marco yg berteriak kuat.
Di
tekannya kuat-kuat penisnya ke dlm meqi aku sampai benar-benar kandas ke dlm
dan menindih tubuh aku dgn kuat dari atas.
Creeettt…
creeeettt… creeeett….. creeet… creet..
Spermanya
berbuncah-buncah melepas dari penisnya. Desah nafas tersengal Dodi dan aku
memburu. Aku memejamkan mata. Letih dan lelah. Marco juga melemas dan terkulai
di sisi aku.
Nafas
kami akhirnya normal. Aku mengambil dasterku dan memakainya tanpa bra dan
celana dlm, langsung ke kamar mandi di kamar anakku dan meqiku. Aku lalu ke
dapur meneguk air putih dgn berkali- kali tegukan. Aku menyodorkannya kepada
Marco untuk meneguk air putih itu. Marco meneguknya.
Aku
meneruskan pekerjaanku. Minyak dituang ke dlm kuali dan aku mulai menggoreng
ikan kemudian untuk disambal. Gorengan sdh selesai. Api dimatikan, tinggal
membuat cabai ke blender untuk menyambal ikan.
Aku
meneruskan pekerjaanku, agar nanti kedua anakku pulang kuliah mereka langsung
makan.









No comments: