Cerita Dewasa - Namaku
Hermanto, biasa dipanggil Herman. Saat ini aku kuliah di salah satu Akademi
Pariwisata sambil bekerja di sebuah hotel bintang lima di Denpasar, Bali. Kisah
yang aku ceritakan ini adalah kisah nyata yang terjadi terjadi saat aku masih
duduk di kelas II SMA, di kota Jember, Jawa Timur.
Ketinggalan Kunci Rumah Berujung ML Dengan Tetangga
Setiap pagi saat menyapu teras rumahnya, Mbak Tuti
selalu menggunakan kaos tanpa lengan dan hanya mengenakan celana pendek. Jika
ia sedang menunduk, sering kali aku melihat bayangan celana dalamnya berbentuk
segi tiga. Saat itu penisku langsung berdiri dibuatnya. Apalagi jika saat
menunduk tidak terlihat bayangan celana dalamnya, aku selalu berpikir, wah
pasti ia tidak memakai celana dalam. Kemudian aku membayangkan bagaimana ya
tubuh Mbak Tuti jika sedang bugil, rambut vaginanya lebat apa tidak ya. Itulah
yang selalu muncul dalam pikiranku setiap pagi, dan selalu penisku berdiri
dibuatnya. Bahkan aku berjanji dalam hati jika keinginanku terkabul, aku akan
menciumi seluruh bagian tubuh Mbak Tuti. Terutama bagian pantat, buah dada dan
vaginanya, akan kujilati sampai puas.
Padahal rumah Dion cukup jauh juga. Apalagi sudah larut malam,
sehingga untuk kembali dan numpang tidur di rumah Ferri tentu tidak sopan.
Terpaksa aku tidur di teras rumah, ya itung-itung sambil jaga malam.
"Lho masih di luar Her.." Aku tertegun mendengar sapaan itu, ternyata Mbak
Tuti baru pulang.
"Eh iya.. Mbak Tuti juga baru pulang,"
ucapku membalas sapaannya.
"Iya, tadi setelah pulang kerja, aku mampir
ke rumah teman yang ulang tahun," jawabnya.
"Kok kamu tidur di luar Her."
"Anu.. kuncinya terbawa teman, jadi ya
nggak bisa masuk," jawabku.
Sebetulnya aku berharap agar Mbak Tuti memberiku
tumpangan tidur di rumahnya. Selanjutnya Mbak Tuti membuka pintu rumah, tapi
kelihatannya ia mengalami kesulitaan. Sebab setelah dipaksa-paksa pintunya
tetap tidak mau terbuka. Melihat hal itu aku segera menghampiri dan menawarkan
bantuan.
"Kenapa Mbak, pintunya macet.."
"Iya, memang sejak kemarin pintunya agak
rusak, aku lupa memanggil tukang untuk memperbaikinya." jawab Mbak Tuti.
"Kamu bisa membukanya, Her."
lanjutnya.
"Coba Mbak, saya bantu." jawabku,
sambil mengambil obeng dan tang dari motorku. Aku mulai bergaya, ya sedikit-sedikit aku juga
punya bakat Mc Gayver. Namun yang membuatku sangat bersemangat adalah harapan
agar Mbak Tuti memberiku tumpangan tidur di rumahnya.
"Kletek.. kletek…" akhirnya pintu
terbuka. Aku pun lega.
"Wah pinter juga kamu Her, belajar dari
mana."
"Ah, nggak kok Mbak.. maklum saya
saudaranya Mc Gayver," ucapku bercanda.
"Terima kasih ya Her," ucap Mbak Tuti
sambil masuk rumah.
Aku agak kecewa, ternyata ia tidak menawariku
tidur di rumahnya. Aku kembali tiduran di kursi terasku. Namun beberapa saat
kemudian. Mbak Tuti keluar dan menghampiriku.
"Tidur di luar tidak dingin. Kalau mau,
tidur di rumahku saja Her," kata Mbak Tuti.
"Ah, nggak usah Mbak, biar aku tidur di
sini saja, sudah biasa kok, "jawabku basa-basi.
"Nanti sakit lho. Ayo masuk saja, nggak
apa-apa kok.. ayo."
Akhirnya aku masuk juga, sebab itulah yang
kuinginkan.
"Mbak, saya tidur di kursi saja." Aku langsung merebahkan tubuhku di sofa yang
terdapat di ruang tamu.
"Ini bantal dan selimutnya Her."
Aku tersentak kaget melihat Mbak Tuti datang
menghampiriku yang hampir terlelap. Apalagi saat tidur aku membuka pakaianku
dan hanya memakai celena pendek.
"Oh, maaf Mbak, aku terbiasa tidur nggak
pakai baju," ujarku.
"Oh nggak pa-pa Her, telanjang juga nggak
pa-pa."
"Benar Mbak, aku telanjang nggak
pa-pa," ujarku menggoda.
"Nggak pa-pa, ini selimutnya, kalau kurang
hangat ada di kamarku," kata Mbak Tuti sambil masuk kamar.
Aku tertegun juga saat menerima bantal dan
selimutnya, sebab Mbak Tuti hanya memakai pakaian tidur yang tipis sehingga
secara samar aku bisa melihat seluruh tubuh Mbak Tuti. Apalagi ia tidak mengenakan
apa-apa lagi di dalam pakaian tidur tipis itu. Aku juga teringat ucapannya
kalau selimut yang lebih hangat ada di kamarnya. Langsung aku menghampiri kamar
Mbak Tuti. Ternyata pintunya tidak ditutup dan sedikit terbuka. Lampunya juga
masih menyala, sehingga aku bisa melihat Mbak Tuti tidur dan pakaiannya sedikit
terbuka. Aku memberanikan diri masuk kamarnya.
"Kurang
hangat selimutnya Her," kata Mbak Tuti.
"Iya Mbak, mana selimut yang hangat,"
jawabku memberanikan diri.
"Ini di sini," kata Mbak Tuti sambil
menunjuk tempat tidurnya.
Aku berlagak bingung dan heran. Namun aku
mengerti Mbak Tuti ingin aku tidur bersamanya. Mungkin juga ia ingin aku..,
Pikiranku melayang kemana-mana. Hal itu membuat penisku mulai berdiri. Terlebih
saat melihat tubuh Mbak Tuti yang tertutup kain tipis itu.
"Sudah jangan bengong, ayo sini naik,"
kata Mbak Tuti.
"Eit, katanya tadi mau telanjang, kok masih
pakai celana pendek, buka dong kan asyik," kata Mbak Tuti saat aku hendak
naik ranjangnya. Kali ini aku benar-benar kaget, tidak mengira ia
langsung memintaku telanjang. Tapi kuturuti kemauannya dan membuka celana
pendek berikut cekana dalamku. Saat itu penisku sudah berdiri.
"Ouww, punyamu sudah berdiri Her,
kedinginan ya, ingin yang hangat," katanya.
"Mbak nggak adil dong kalau hanya aku yang
bugil, Mbak juga dong," kataku.
"OK Her, kamu mau membukakan
pakaianku." Kembali aku kaget dibuatnya, aku benar-benar
tidak mengira Mbak Tuti mengatakan hal itu. Ia berdiri di hadapanku yang sudah
bugil dengan penis berdiri. Aku memang baru kali ini tidur bersama wanita,
sehingga saat membayangkan tubuh Mbak Tuti penisku sudah berdiri.
"Ayo bukalah bajuku," kata Mbak Tuti. Aku segera membuka pakaian tidurnya yang tipis.
Saat itulah aku benar-benar menyaksikan pemandangan indah yang belum pernah
kualami. Jika melihat wanita bugil di film sih sudah sering, tapi melihat
langsung baru kali ini.
Setelah Mbak Tuti benar-benar bugil, tanganku
segera melakukan pekerjaannya. Aku langsung meremas-remas buah dada Mbak Tuti
yang putih dan mulus. Tidak cuma itu, aku juga mengulumnya. Puting susunya
kuhisap dalam-dalam. Mbak Tuti rupanya keasyikan dengan hisapanku. Semua itu
masih dilakukan dengan posisi berdiri.
"Oh, Her nikmat sekali rasanya.."
Aku terus menghisap puting susunya dengan ganas.
Tanganku juga mulai meraba seluruh tubuh Mbak Tuti. Saat turun ke bawah,
tanganku langsung meremas-remas pantat Mbak Tuti. Pantat yang padat dan sintal
itu begitu asyik diremas-remas. Setelah puas menghisap buah dada, mulutku ingin
juga mencium bibir Mbak Tuti yang merah.
"Her, kamu ahli juga melakukannya, sudah
sering ya," katanya.
"Ah ini baru pertama kali Mbak, aku
melakukan seperti yang kulihat di film blue," jawabku.
Aku terus menciumi tiap bagian tubun Mbak Tuti.
Aku menunduk hingga kepalaku menemukan segumpal rambut hitam. Rambut hitam itu
menutupi lubang vagina Mbak Tuti. Bulu vaginanya tidak terlalu tebal, mungkin
sering dicukur. Aku mencium dan menjilatinya. Tanganku juga masih meremas-remas
pantat Mbak Tuti. Sehingga dengan posisi itu aku memeluk seluruh bagian bawah
tubuh Mbak Tuti.
"Naik ranjang yuk," ucap Mbak Tuti. Aku langsung menggendongnya dan merebahkan di
ranjang. Mbak Tuti tidur dengan terlentang dan paha terbuka. Tubuhnya memang
indah dengan buah dada yang menantang dan bulu vaginanya yang hitam indah
sekali. Aku kembali mencium dam menjilati vagina Mbak Tuti. Vagina itu berwarna
kemerahan dan mengeluarkan bau harum. Mungkin Mbak Tuti rajin merawat
vaginanya. Saat kubuka vaginanya, aku menemukan klitorisnya yang mirip biji
kacang. Kuhisap klitorisnya dan Mbak Tuti menggeliat keasyikan hingga pahanya
sedikit menutup. Aku terjepit diantara paha mulus itu terasa hangat dan nikmat.
"Masih
belum puas menjilatinya Her."
"Iya Mbak, punyamu sungguh asyik
dinikmati."
"Ganti yang lebih nikmat dong." Tanpa basa-basi kubuka paha mulus Mbak Tuti yang
agak menutup. Kuraba sebentar bulu yang menutupi vaginanya. Kemudian sambil
memegang penisku yang berdiri hebat, kumasukkan batang kemaluanku itu ke dalam
vagina Mbak Tuti.
"Oh, Mbak ini nikmatnya.. ah.. ah.."
"Terus Her, masukkan sampai habis.. ah..
ah.."
Aku terus memasukkan penisku hingga habis.
Ternyata penisku yang 17 cm itu masuk semua ke dalam vagina Mbak Tuti. Kemudian
aku mulai dengan gerakan naik turun dan maju mundur.
"Mbak Tuti.. Nikmaat.. oh.. nikmaattt
seekaliii.. ah.."
Semakin lama gerakan maju mundurku semakin
hebat. Itu membuat Mbak Tuti semakin menggeliat keasyikan.
"Oh.. ah.. nikmaatt.. Her.. terus.. ah..
ah.. ah.."
Setelah
beberapa saat melakukan maju mundur, Mbak Tuti memintaku menarik penis. Rupanya
ia ingin berganti posisi. Kali ini aku tidur terlentang. Dengan begitu penisku
terlihat berdiri seperti patung. Sekarang Mbak Tuti memegang kendali permainan.
Diremasnya penisku sambil dikulumnya. Aku kelonjotan merasakan nikmatnya
kuluman Mbak Tuti. Hangat sekali rasanya, mulutnya seperti vagina yang ada
lidahnya. Setelah puas mengulum penisku, ia mulai mengarahkan penisku hingga
tepat di bawah vaginanya. Selanjutnya ia bergerak turun naik, sehingga penisku
habis masuk ke dalam vaginanya.
"Oh.. Mbak Tuti.. nikmaaatt sekali.. hangat
dan oh.."
Sambil merasakan kenikmatan itu, sesekali aku
meremas-remas buah dada Mbak Tuti. Jika ia menunduk aku juga mencium buah dada
itu, sesekali aku juga mencium bibir Mbak Tuti.
"Oh Her punyamu Oke juga.. ah.. oh..
ah.."
"Punyamu juga nikmaaat Mbaak.. ah.. oh..
ah…"
Mbak Tuti rupanya semakin keasyikan, gerakan
turun naiknya semakin kencang. Aku merasakan vagina Mbak Tuti mulai basah.
Cairan itu terasa hangat apalagi gerakan Mbak Tuti disertai dengan pinggulnya
yang bergoyang. Aku merasa penisku seperti dijepit dengan jepitan dari daging
yang hangat dan nikmat.
"Mbak Tuti.. Mbaaakk.. Niiikmaaattt.."
"Eh.. ahh.. ooohh.. Her.. asyiiikkk.. ahh..
ennakk.. nikmaaatt.."
Setelah dengan gerakan turun naik, Mbak Tuti
melepas penisku. Ia ingin berganti posisi lagi. Kali ini ia nungging dengan
pantat menghadapku. Nampak olehku pantatnya bagai dua bantal yang empuk dengan
lubang nikmat di tengahnya. Sebelum kemasukan penisku, aku menciumi dahulu
pantat itu. Kujilati, bahkan hingga ke lubang duburnya. Aku tak peduli dengan
semua hal, yang penting bagiku pantat Mbak Tuti kini menjadi barang yang sangat
nikmat dan harus kunikmati.
"Her, ayo masukkan punyamu aku nggak tahaan
nih," kata Mbak Tuti. Kelihatannya ia sudah tidak sabar menerima
hunjaman penisku.
"Eh iya Mbak, habis pantat Mbak nikmat
sekali, aku jadi nggak tahan," jawabku.
Kemudian aku segera mengambil posisi, kupegang
pantatnya dan kuarahkan penisku tepat di lubang vaginanya. Selanjutnya penisku
menghunjam dengan ganas vagina Mbak Tuti. Nikmat sekali rasanya saat penisku
masuk dari belakang. Aku terus menusuk maju mundur dan makin lama makin keras.
"Oh.. Aah.. Her.. Ooohh.. Aah.. Aaahh..
nikmaaatt Her.. terus.. lebih keras Her…"
"Mbak Tuti.. enak sekaliii.. niiikmaaatt
sekaaliii.." Kembali aku meraskan cairan hangat dari vagina
Mbak Tuti membasahi penisku. Cairan itu membuat vagina Mbak Tuti bertambah
licin. Sehingga aku semakin keras menggerakkan penisku maju mundur.Mbak Tuti
berkelonjotan, ia memejamkan mata menahan rasa nikmat yang teramat sangat.
Rupanya ia sudah orgasme. Aku juga merasakan hal yang sama.
"Mbak.. aku mau keluar nih, aku nggak tahan
lagi.."
Kutarik penisku keluar dari lubang duburnya dan
dari penisku keluar sperma berwarna putih. Sperma itu muncrat diatas pantat
Mbak Tuti yang masih menungging. Aku meratakan spermaku dengan ujung penisku
yang sesekali masih mengeluarkan sperma. Sangat nikmat rasanya saat ujung
penisku menyentuh pantat Mbak Tuti.
"Oh, Mbak Tuti.. Mbaak.. nikmat sekali
deh.. Hebat.. permainan Mbak bener-bener hebat.."
"Kamu juga Her, penismu hebat.. hangat dan
nikmat.."
Kami berpelukan di ranjang itu, tak terasa sudah
satu jam lebih kami menikmati permainan itu. Selanjutnya karena lelah kami
tertidur pulas. Esok harinya kami terbangun dan masih berpelukan. Saat itu jam
sudah pukul 09:30 pagi.
"Kamu nggak sekolah Her," tanya Mbak Tuti.
"Sudah terlambat, Mbak Tuti tidak bekerja."
"Aku masuk sore, jadi bisa bangun agak siang.."
Kemudian Mbak Tuti pergi ke kamar mandi. Aku mengikutinya, kami mandi berdua
dan saat mandi kembali kami melakukan permainan nikmat itu. Walaupun dengan
posisi berdiri, tubuh Mbak Tuti tetap nikmat. Akhirnya pukul 14:30 aku pergi ke
rumah Dion dan mengambil kunci rumahku. Tapi sepanjang perjalanan aku tidak
bisa melupakan malam itu. Itulah saat pertama aku melakukan permainan nikmat
dengan seorang wanita.
Kini saat aku kuliah dan bekerja di Denpasar, aku masih sering mengingat saat
itu. Jika kebetulan pulang ke Jember, aku selalu mampir ke rumah Mbak Tuti dan
kembali menikmati permainan nikmat. Untung sekarang ia sudah pindah, jadi kalau
aku tidur di rumah Mbak Tuti, orang tuaku tidak tahu. Kubilang aku tidur di
rumah teman SMA. Sekali lagi ini adalah kisah nyata dan benar-benar terjadi.









No comments: