Cerita Dewasa Aku Digilir Ayah & Adik Tiriku
Cerita Dewasa - Suasana haru mengirnigi perceraian ortuku,Itu aku sangat terpuruk atas
kejadian naas,aku tak lagi percaya semua itu.Tapi mereka semua tetep suport aku
untuk selalu belajar aku menatap kehidupan yang cerah dan terarah.
Tidak seperti kisah orang tuaku yang gagal dalam membina rumah
tangga,anak nya”aku”menjadi korban atas ke egoisan mereka.Tapi aku terima
dengan iklas dengan apa yang sedang menimpaku berharap ada sebuah keajaiban pada
akhirnya.
Hingga aku berhasil dalam memasuki perguruan tinggi Negri kedua ortu
bangga terhadapku, Aku senang walau kadang aku tak percaya bahwa mereka tak
bersama kulagi. Keluargaku saat itu hidup berkecukupan.
Ayahku yang berkedudukan sebagai seorang pejabat teras sebuah departemen
memang memberikan nafkah yang cukup bagiku dan ibuku, walaupun ia bekerja
secara jujur dan jauh dari korupsi, tidak seperti pejabat-pejabat lain pada
umumnya.
Dari segi materi, memang aku tidak memiliki masalah, begitu pula dari
segi fisikku. Kuakui, wajahku terbilang cantik, mata indah, hidung bangir,
serta dada yang membusung walau tidak terlalu besar ukurannya.
Semua itu ditambah dengan tubuhku yang tinggi semampai, sedikit lebih
tinggi dari rata-rata gadis seusiaku, memang membuatku lebih menonjol
dibandingkan yang lain. Bahkan aku menjadi mahasiswi baru primadona di kampus.
Akan tetapi karena pengawasan orang tuaku yang ketat, di samping
pendidikan agamaku yang cukup kuat, aku menjadi seperti anak mama. Tidak
seperti remaja-remaja pada umumnya, aku tidak pernah pergi keluyuran ke luar
rumah tanpa ditemani ayah atau ibu.
Namun setelah perceraian itu terjadi, dan aku ikut ibuku yang menikah
lagi dua bulan kemudian dengan duda berputra satu, seorang pengusaha restoran
yang cukup sukses, aku mulai berani pergi keluar rumah tanpa didampingi salah
satu dari orang tuaku. Itupun masih jarang sekali.
Bahkan ke diskotik pun aku hanya pernah satu kali. Itu juga setelah
dibujuk rayu oleh seorang laki-laki teman kuliahku. Setelah itu aku kapok. Mungkin karena baru pertama kali ini aku pergi ke diskotik, baru saja
duduk sepuluh menit, aku sudah merasakan pusing, tidak tahan dengan suara musik
disko yang bising berdentam-dentam, ditambah dengan bau asap rokok yang
memenuhi ruangan diskotik tersebut.
“Rick, kepala gue pusing. Kita pulang aja yuk.”
“Alaa, Sin. Kita kan baru sampai di sini. Masa belum apa-apa udah mau
pulang. Rugi kan. Lagian kan masih sore.”
“Tapi gue udah tidak tahan lagi.”
“Gini deh, Sin. Gue kasih elu obat penghilang pusing.”
Temanku itu memberikanku tablet yang berwarna putih. Aku pun langsung
menelan obat sakit kepala yang diberikannya.
“Gimana sekarang rasanya? Enak kan?”
Aku mengangguk. Memang rasanya kepalaku sudah mulai tidak sakit lagi.
Tapi sekonyong-konyong mataku berkunang-kunang. Semacam aliran aneh menjalari
sekujur tubuhku. Antara sadar dan tidak sadar, kulihat temanku itu tersenyum. Kurasakan
ia memapahku keluar diskotik.
“Ini cewek lagi mabuk”, katanya kepada petugas
keamanan diskotik yang menanyainya.
Lalu ia menjalankan mobilnya ke sebuah
motel yang tidak begitu jauh dari tempat itu. Setiba di motel, temanku memapahku yang terhuyung-huyung masuk ke dalam
sebuah kamar. Ia membaringkan tubuhku yang tampak menggeliat-geliat di atas
ranjang. Kemudian ia menindih tubuhku yang tergeletak tak berdaya di kasur.
Temanku dengan gemas mencium bibirku yang merekah mengundang.
Kedua belah buah dadaku yang ranum dan kenyal merapat pada dadanya. Darah
kelaki-lakiannya dengan cepat semakin tergugah untuk menggagahiku. “Ouuhhh…
Rick ” desahku. Temanku meraih tubuhku yang ramping. Ia segera mendekapku dan mengulum
bibirku yang ranum. Lalu diciuminya bagian telinga dan leherku. Aku mulai
menggerinjal-gerinjal.
Sementara itu tangannya mulai membuka satu persatu kancing blus yang
kupakai. Kemudian dengan sekali sentakan kasar, ia menarik lepas tali BH-ku,
sehingga tubuh bagian atasku terbuka lebar, siap untuk dijelajahi.
Tangannya mulai meraba-raba buah dadaku yang berukuran cukup besar itu.
Terasa suatu kenikmatan tersendiri pada syarafku ketika buah dadaku
dipermainkan olehnya.
“Rick … Ouuhhh… Ouuhhh…” rintihku saat tangan temanku sedang asyik
menjamah buah dadaku.
Tak lama kemudian tangannya setelah puas berpetualang di buah dadaku
sebelah kiri, kini berpindah ke buah dadaku yang satu lagi, sedangkan lidahnya
masih menggumuli lidahku dalam ciuman-ciumannya yang penuh desakan nafsu yang
semakin menjadi-jadi.
Lalu ia menanggalkan celana panjangku. Tampaklah pahaku yang putih dan
mulus itu. Matanya terbelalak melihatnya. Temanku itu mulai menyelusupkan
tangannya ke balik celana dalamku yang berwarna kuning muda.
Dia mulai meremas-remas kedua belah gumpalan pantatku yang memang montok
itu.
“Ouh… Ouuh… Jangan, Rick! Jangan! Ouuhhh…” jeritku ketika jari-jemari
temanku mulai menyentuh bibir kewanitaanku.
Namun jeritanku itu tak diindahkannya, sebaliknya ia menjadi semakin
bergairah. Ibu jarinya mengurut-urut klitorisku dari atas ke bawah
berulang-ulang. Aku semakin menggerinjal-gerinjal dan berulang kali menjerit.
Kepala temanku turun ke arah dadaku. Ia menciumi belahan buah dadaku
yang laksana lembah di antara dua buah gunung yang menjulang tinggi. Aku yang seperti tersihir, semakin menggerinjal-gerinjal dan merintih
tatkala ia menciumi ujung buah dadaku yang kemerahan. Tiba-tiba aku seperti
terkejut ketika lidahnya mulai menjilati ujung puting susuku yang tidak terlalu
tinggi tapi mulai mengeras dan tampak menggiurkan.
Seperti mendapat kekuatanku kembali, segera kutampar wajahnya. Temanku
itu yang kaget terlempar ke lantai. Aku segera mengenakan pakaianku kembali dan
berlari ke luar kamar. Ia hanya terpana memandangiku. Sejak saat itu aku bersumpah tidak akan
pernah mau ke tempat-tempat seperti itu lagi.
Sudah dua tahun berlalu aku dan ibuku hidup bersama dengan ayah dan adik
tiriku, Jeryy, yang umurnya tiga tahun lebih muda dariku. Kehidupan kami
berjalan normal seperti layaknya keluarga bahagia. Aku pun yang saat itu sudah di semester enam kuliahku, diterima bekerja
sebagai teller di sebuah bank swasta nasional papan atas.
Meskipun aku belum selesai kuliah, namun berkat penampilanku yang
menarik dan keramah-tamahanku, aku bisa diterima di situ, sehingga aku pun
berhak mengenakan pakaian seragam baju atas berwarna putih agak krem, dengan
blazer merah yang sewarna dengan rokku yang ujungnya sedikit di atas lutut.
Sampai suatu saat, tiba-tiba ibuku terkena serangan jantung. Setelah
diopname selama dua hari, ibuku wafat meninggalkan aku. Rasanya seperti langit
runtuh menimpaku saat itu. Sejak itu, aku hanya tinggal bertiga dengan ayah
tiriku dan Jeryy. Sepeninggal ibuku, sikap Jeryy dan ayahnya mulai berubah. Mereka berdua
beberapa kali mulai bersikap kurang ajar terhadapku, terutama Jeryy.
Bahkan suatu hari saat aku ketiduran di sofa karena kecapaian bekerja di
kantor, tanpa kusadari ia memasukkan tangannya ke dalam rok yang kupakai dan
meraba paha dan selangkanganku. Ketika aku terjaga dan memarahinya, Jeryy malah mengancamku. Kemudian ia
bahkan melepaskan celana dalamku. Tetapi untung saja, setelah itu ia tidak
berbuat lebih jauh.
Ia hanya memandangi kewanitaanku yang belum banyak ditumbuhi bulu sambil
menelan air liurnya. Lalu ia pergi begitu saja meninggalkanku yang langsung
saja merapikan pakaianku kembali. Selain itu, Jeryy sering kutangkap basah
mengintip tubuhku yang bugil sedang mandi melalui lubang angin kamar mandi.
Aku masih berlapang dada menerima segala perlakuan itu. Pada saat itu
aku baru saja pulang kerja dari kantor. Ah, rasanya hari ini lelah sekali. Tadi di kantor seharian aku sibuk
melayani nasabah-nasabah bank tempatku bekerja yang menarik uang secara
besar-besaran. Entah karena apa, hari ini bank tempatku bekerja terkena rush.
Ingin rasanya aku langsung mandi. Tetapi kulihat pintu kamar mandi tertutup dan
sedang ada orang yang mandi di dalamnya.
Kubatalkan niatku untuk mandi. Kupikir sambil menunggu kamar mandi
kosong, lebih baik aku berbaring dulu melepaskan penat di kamar. Akhirnya
setelah melepas sepatu dan menanggalkan blazer yang kukenakan, aku pun langsung
membaringkan tubuhku tengkurap di atas kasur di kamar tidurnya.
Ah, terasa nikmatnya tidur di kasur yang demikian empuknya. Tak terasa,
karena rasa kantuk yang tak tertahankan lagi, aku pun tertidur tanpa sempat
berubah posisi. Aku tak menyadari ada seseorang membuka pintu kamarku dengan
perlahan-lahan, hampir tak menimbulkan suara. Orang itu lalu dengan
mengendap-endap menghampiriku yang masih terlelap.
Kemudian ia naik ke atas tempat tidur. Tiba-tiba ia menindih tubuhku
yang masih tengkurap, sementara tangannya meremas-remas belahan pantatku. Aku
seketika itu juga bangun dan meronta-ronta sekuat tenaga.
Namun orang itu lebih kuat, ia melepaskan rok yang kukenakan. Kemudian
dengan secepat kilat, ia menyelipkan tangannya ke dalam celana dalamku. Dengan
ganasnya, ia meremas-remas gumpalan pantatku yang montok.
Aku semakin memberontak sewaktu tangan orang itu mulai mempermainkan
bibir kewanitaanku dengan ahlinya. Sekali-sekali aku mendelik-delik saat jari
telunjuknya dengan sengaja berulang kali menyentil-nyentil klitorisku.
“Aahh! Jangaann! Aaahh…!” aku berteriak-teriak keras ketika orang itu
menyodokkan jari telunjuk dan jari tengahnya sekaligus ke dalam kewanitaanku
yang masih sempit itu, setelah celana dalamku ditanggalkannya.
Akan tetapi ia mengacuhkanku. Tanpa mempedulikan aku yang terus
meronta-ronta sambil menjerit-jerit kesakitan, jari-jarinya terus-menerus
merambahi lubang kenikmatanku itu, semakin lama semakin tinggi intensitasnya.
Aku bersyukur dalam hati waktu orang itu menghentikan perbuatan gilanya.
Akan tetapi tampaknya itu tidak bertahan lama. Dengan hentakan kasar, orang itu
membalikkan tubuhku sehingga tertelentang menghadapnya. Aku terperanjat sekali
mengetahui siapa orang itu sebenarnya.
“Jeryy… Kamu…” Jeryy hanya menyeringai buas.
“Eh, Sin. Sekarang elu boleh berteriak-teriak sepuasnya, tidak ada lagi
orang yang bakalan menolong elu. Apalagi si nenek tua itu sudah mampus!”
Astaga Jeryy menyebut ibuku, ibu tirinya sendiri, sebagai nenek tua.
Keparat.
“Jeryy! Jangan, Jeryy! Jangan lakukan ini! Gue kan kakak elu sendiri!
Jangan!”
“Kakak? Denger, Sin. Gue tidak pernah nganggap elu kakak gue. Siapa
suruh elu jadi kakak gue. Yang gue tau cuma papa gue kawin sama nenek tua, mama
elu!”
“Jeryy!”
“Elu kan cewek, Sin. Papa udah ngebiayain elu hidup dan kuliah. Kan
tidak ada salahnya gue sebagai anaknya ngewakilin dia untuk meminta imbalan
dari elu. Bales budi dong!”
“Iya, Jeryy. Tapi bukan begini caranya!”
“Heh, yang gue butuhin cuman tubuh molek elu, tidak mau yang lain. Gue
tidak mau tau, elu mau kasih apa tidak!”
“Errgh…”
Aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Mulut Jeryy secepat kilat memagut
mulutku. Dengan memaksa ia melumat bibirku yang merekah itu, membuatku hampir
tidak bisa bernafas. Aku mencoba meronta-ronta melepaskan diri. Tapi cekalan tangan Jeryy
jauh lebih kuat, membuatku tak berdaya. “Akh!” Jeryy kesakitan sewaktu kugigit
lidahnya dengan cukup keras.
Tapi, “Plak!” Ia menampar pipiku dengan keras, membuat mataku
berkunang-kunang. Kugeleng-gelengkan kepalaku yang terasa seperti
berputar-putar. Tanpa mau membuang-buang waktu lagi, Jeryy mengeluarkan beberapa utas
tali sepatu dari dalam saku celananya. Kemudian ia membentangkan kedua
tanganku, dan mengikatnya masing-masing di ujung kiri dan kanan tempat tidur.
Demikian juga kedua kakiku, tak luput diikatnya, sehingga tubuhku
menjadi terpentang tak berdaya diikat di keempat arah. Oleh karena kencangnya ikatannya itu, tubuhku tertarik cukup kencang,
membuat dadaku tambah tegak membusung. Melihat pemandangan yang indah ini
membuat mata Jeryy tambah menyalang-nyalang bernafsu.
Tangan Jeryy mencengkeram kerah blus yang kukenakan. Satu persatu
dibukanya kancing penutup blusku. Setelah kancing-kancing blusku terbuka semua,
ditariknya blusku itu ke atas.
Kemudian dengan sekali sentakan, ditariknya lepas tali pengikat BH-ku,
sehingga buah dadaku yang membusung itu terhampar bebas di depannya.
“Wow! Elu punya toket bagus gini kok tidak bilang-bilang, Sin! Auum!” Jeryy
langsung melahap buah dadaku yang ranum itu. Gelitikan-gelitikan lidahnya pada ujung
puting susuku membuatku menggerinjal-gerinjal kegelian. Cerita Seks
Pemerkosaan.
Tapi aku tidak mampu berbuat apa-apa. Semakin keras aku meronta-ronta
tampaknya ikatan tanganku semakin kencang. Sakit sekali rasanya tanganku ini.
Jadi aku hanya membiarkan buah dada dan puting susuku dilumat Jeryy sebebas
yang ia suka.
Aku hanya bisa menengadahkan kepalaku menghadap langit-langit,
memikirkan nasibku yang sial ini.
“Aaarrghh… Jeryy! Jangaannn..!” Lamunanku buyar ketika terasa sakit di
selangkanganku. Ternyata Jeryy mulai menghujamkan kemaluannya ke dalam
kewanitaanku.
Tambah lama bertambah cepat, membuat tubuhku tersentak-sentak ke atas.
Melihat aku yang sudah tergeletak pasrah, memberikan rangsangan yang lebih
hebat lagi pada Jeryy. Dengan sekuat tenaga ia menambah dorongan kemaluannya masuk-keluar dalam
kewanitaanku. Membuatku meronta-ronta tak karuan.
“Urrgh…” Akhirnya Jeryy sudah tidak dapat menahan lagi gejolak nafsu di
dalam tubuhnya.
Kemaluannya menyemprotkan cairan-cairan putih kental di dalam
kewanitaanku. Sebagian berceceran di atas sprei sewaktu ia mengeluarkan kemaluannya,
bercampur dengan darah yang mengalir dari dalam kewanitaanku, menandakan
selaput daraku sudah robek olehnya. Karena kelelahan, tubuh Jeryy langsung
tergolek di samping tubuhku yang bermandikan keringat dengan nafas
terengah-engah.
“Braak!” Aku dan Jeryy terkejut mendengar pintu kamar terbuka ditendang
cukup keras. Lega hatiku melihat siapa yang melakukannya.
“Papa!”
“Jeryy! Apa-apa sih kamu ini?! Cepat kamu bebaskan Sintaa !”
Ah, akhirnya neraka jahanam ini berakhir juga, pikirku. Jeryy mematuhi
perintah ayahnya. Segera dibukanya seluruh ikatan di tangan dan kakiku. Aku
bangkit dan segera berlari menghambur ke arah ayah tiriku.
“Sudahlah, Sin. Maafin Jeryy ya. Itu kan sudah terjadi”, kata ayah
tiriku menenangkan aku yang terus menangis dalam dekapannya.
“Tapi, Pa. Gimana nasib Sinta? Gimana, Pa? Aaahh… Papaa!” tangisanku
berubah menjadi jeritan seketika itu juga tatkala ayah tiriku mengangkat
tubuhku sedikit ke atas kemudian ia menghujamkan kemaluannya yang sudah
dikeluarkannya dari dalam celananya ke dalam kewanitaanku.
“Aaahh… Papaa… Jangaaan!” Aku meronta-ronta keras. Namun dekapan ayah
tiriku yang begitu kencang membuat rontaanku itu tidak berarti apa-apa bagi
dirinya.
Ayah tiriku semakin ganas menyodok-nyodokkan kemaluannya ke dalam
kewanitaanku. Ah! Ayah dan anak sama saja, pikirku, begitu teganya mereka
menyetubuhi anak dan kakak tiri mereka sendiri.
Aku menjerit panjang kesakitan sewaktu Jeryy yang sudah bangkit dari
tempat tidur memasukkan kemaluannya ke dalam lubang anusku. Aku merasakan rasa sakit yang hampir tak tertahankan lagi. Ayah dan
kakak tiriku itu sama-sama menghunjam tubuhku yang tak berdaya dari kedua arah,
depan dan belakang.
Akibat kelelahan bercampur dengan kesakitan yang tak terhingga akhirnya
aku tidak merasakan apa-apa lagi, tak sadarkan diri. Aku sudah tidak ingat lagi
apakah Jeryy dan ayahnya masih mengagahiku atau tidak setelah itu.
Beberapa bulan telah berlalu. Aku merasa mual dan berkali-kali muntah di
kamar mandi. Akhirnya aku memeriksakan diriku ke dokter. Ternyata aku dinyatakan positif hamil. Hasil diagnosa dokter ini
bagaikan gada raksasa yang menghantam wajahku. Aku mengandung?
Kebingungan-kebingungan terus-menerus menyelimuti benakku. Aku tidak
tahu secara pasti, siapa ayah dari anak yang sekarang ada di kandunganku ini.
Ayah tiriku atau Jeryy. Hanya mereka berdua yang pernah menyetubuhiku. Aku bingung, apa status
anak dalam kandunganku ini. Yang pasti ia adalah anakku. Lalu apakah ia juga
sekaligus adikku alias anak ayah tiriku?
Ataukah ia juga sekaligus keponakanku sebab ia adalah anak adik tiriku
sendiri?
Tolongkah aku, wahai pembaca yang budiman!









No comments: