Kehangatan di Balik Gerimis
Cerita Dewasa - Sebenarnya
aku malu untuk menceritakan pengalaman sex ku ini. Akan tetapi, tdk ada pilihan
lain yg dapatku lakukan selain mengungkapkannya. Mungkin para pembaca sekalian sdh banyak membaca kisah-kisah sensual di
blog-blog lainnya. Bisa saja semua itu hanyalah bualan dan omong kosong belaka.
Akan tetapi yg aku kisahkan ini adalah pengalaman pribadi yg sesungguhnya
menimpa diriku.
Sebelum
kita melangkah lebih jauh, perkenalkan dulu namaku Ainun, biasa dipanggil Nun
(nama samaran). Aku adalah seorang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi di Jawa
Barat. Perawakanku sangat ideal. Tinggiku 159 cm dan berat badanku 51 kg.
Kulitku putih mulus dgn rambut sebahu terurai.
Hidungku
mancung dan bibirku merah sensual. Payudaraku lumayan montok dgn ukuran 36 B.
Ukuran tersebut langsung menempatkan aku di klasmen paling atas dibandingin
teman-teman cewekku atau boleh dikatakan aku adalah “miss payudra” diantara
teman-temanku yg lainnya.
Aku
yakin, setiap laki-laki pasti berhasrat untuk merasakan kemengkalan “twin hill”
milikku tersebut. contohnya candra teman sekelasku, seringkali tangannya
mendarat dgn sengaja di gelendotan dadaku ketika aku dan dia bercanda. Begitu
juga dgn Adi, kakak seniorku yg sering menyikutkan tangannya ke buah dadaku itu
ketika aku duduk di dekatnya. Edi, adik juniorku juga tdk mau ketinggalan dalam
perburuan menelusuri bukit kenyal tersebut.
Berkali-kali
bahunya dgn sengaja menampar “gundukan daging ranumku” itu disetiap kali aku
dan dia berpapasan. Dan masih banyak lagi “modus cabul” yg dilakukan para
laki-laki kepadaku hanya demi merasakan kemengkalan “daging tanpa tulang”
milikku tersebut.
Selain
itu yg cukup bikin aku bangga bangga adalah porsi pantatku yg padat berisi dan
selalu berayun-ke sana-kemari di saat ku berjalan. Jadi tdk dapat dipungkiri
lagi jika para laki-laki di kampusku selalu melirik ke arahku di saat aku
berjalan.
Saat
itu hari aktu sdh menunjukkan pukul 21.00. Setelah menyelesaikan tugas
kelompok, aku langsung membereskan buku-bukuku. Satu per satu temanku sdh mulai
pergi dari salah satu selasar gedung tempat kami mengerjakan tugas. Sampai pada
akhirnya tinggallah aku sendiri di sana. Setelah buku-buku sdh ku masukkan ke
dalam tas, aku langsung melangkah menuju gerbang kampus.
Akan
tetapi, apa hendak dikata karena hari mulai gerimis. Sempat terpikir olehku
untuk tetap menghadang gerimis tersebut. Namun aku membatalkan niatku itu
karena aku takut laptop yg aku jinjing terkena air, sedangkan jika ku masukkan
ke dalam tas, tasku sdh tdk muat lagi karena sdh penuh dgn buku. Jadi tdk ada
pilihan lain bagiku kecuali menunggu sampai gerimis reda.
Sambil
mengutak-atik handponeku, kuperhatikan keadaan di sekeliling kampus yg sdh
diselimuti suasana sepi. tdk ada satupun orang yg berlalu lalang di area
kampusku tersebut. Mungkin saja karena hari sdh menunjukkan pukul 21.30 dan
ditambah lagi suasana hujan gerimis yg membuat setiap orang enggan untuk
berlama-lama di sana. Ketika aku sedang asyiknya mengutak-atik handponeku, tiba-tiba
aku dikagetkan oleh suara seseorang..
“neng
Nun kok belum pulang”, begitu sapanya. Ketika
aku berbalik, ternyata orang itu adalah mas Ari, satpam kampusku..
“Eh,
mas Ari, belum ni mas masih gerimis soalnya”, begitu sahutku untuk menanggapi
pertanyaannya tadi.
“Mending
tunggu di Pos Satpam aja neng, daripada sendirian di sini. Lagian kan di sini gelap
banget”, begitu tambahnya.
Setelah
aku pikir-pikir ada benarnya juga omongan mas Ari tadi. Sebagai pemberitahuan
saja buat pembaca kalau mas Ari ini adalah kepala Satpam dikampusku. Dia cukup
disegani karena orangnya sangat berwibawa, walaupun demikian dia sangat ramah
kepada setiap mahasiswa sehingga hampir semua mahasiswa dekat dgnnya, termasuk
diriku.
Aku
sdh berada di post Satpam yg terletak di parkiran mobil di belakang kampus.
Sambil bincang-bincang, mas Ari lalu menawarkan segelas teh hangat padaku..
“ngeteh
dulu neng, lumayan buat menghangatkan tubuh”, tandas mas Ari.
“ahhh,
jangan repot-repot mas”, balasku.
“Udah,
diminum aja neng teh nya, daripada kedinginan”, tambahnya.
Tanpa
pikir panjang, aku langsung meneguk teh hangat tersebut.
“Wah,
teh nya enak mas Ari”, selaku
Mas
Ari hanya tersenyum kepadaku. Akan tetapi lama-kelamaan kepalaku terasa pusing dan tdk sadarkan diri.
Setelah
aku tersadar, aku merasakan ada sesuatu yanng berat sedang menindih tubuhku.
Ternyata mas Ari yg dgn liarnya sedang minciumi leherku. Hal ini bikin aku
kaget dan berkata…
“mas
Ari, apa-apaan ini….lepasin aku. Mas Jangan kurang ajar ya”, begitu bentakku.
Akan
tetapi, mas Ari tdk menggubris omonganku barusan. Melainkan dia tetap asyik mencumbui
leherku yg putih mulus.
“Mas
Ari, lepasin aku…nanti aku laporin ke dekan lho” begitu teriakku sambil
berusaha melepaskan dekapannya.
“Silahkan
aja neng teriak sepuasnya karena tdk akan ada yg mendengar, teriakan neng dalam
suasana hujan ini”, sahutnya.
“Mas
Ari, aku mohon lepasin”, teriakku sambil meronta-ronta.
Aku
berusaha untuk berontak agar aku bisa lepas dari dekapan laki-laki ini, tetapi
kekuatan tubuhnya yg kekar membuatku tak berdaya untuk melawannya. Yg bisa
kulakukan saat itu hanyalah memasrahkan tubuhku yg sintal digeranygi oleh
laki-laki yg selama ini sdh kuanggap sebagai kakakku sendiri.
Ciuman
demi ciuman mendarat di setiap sentimeter area leherku. Sepertinya mas Ari ini
sdh sangat berpengalaman dalam membangkitkan gairah wanita. Buktinya hanya
dalam hitungan menit aku sdh terbawa ke dalam arus permainannya. Ringisan ku di
awal tadi sontak berubah menjadi desahan nikmat ketika dia mengulum-ngulum
telingaku. Sensasi itu kian bertambah ketika tangannya meremas-remas gundukan
dadaku.
“Mmmmmppphhhhhh…mas
Tiiiiooooo….”, desahku menikmati permainannya.
Melihat
aku sdh terangsang, mas Ari langsung menaikkan level permainannya. Yg tadinya
Cuma meremas-remas, sekarang dia dgn beraninya melucuti kaus mini yg ku
kenakan. Sehingga
saat ini buah dadaku hanya ditutupi oleh bh berwarna pink. Gundukannya sebagian
menyembul keluar karena ketdkberdayaan bh ku untuk menopang porsinya yg
“irrasional” tersebut.
“Payudara
neng Nun, montok banget. Mas udah lama pengen ngerasainnya”, seru mas Ari
seraya membenamkan wajahnya di antara lembah bukit gundulku itu.
“ouuuuuccccchhhhh,
mas Tiiioooo….Mmmmmmppphhh….”, desisku menanggapi aksi fenomenalnya itu.
“Mas
lepasin bh ya neng ya”, serunya sambil kedua tangannya masih bergerilya di
tandan susuku.
“Mmmmppppphhhhh……”,
hanya itu jawabku sambil mendesah halus.
Merasa
mendapat lampu hijau dariku, mas Ari langsung melepas pengait bra ku dan….
Betapa
kagetnya dia ketika kedua buah dadaku itu mencuat keluar seolah-olah ingin
bebas dari dekapan bra ku yg memang tdk sepadan dgn porsinya.
Ku
lihat Mas Ari tak berkedip sedetikpun melihat pemandangan indah yg terhampar
dihadapannya. Beberapa kali dia menelan ludah seakan aku adalah hNunngan yg
siap dilahap habis. Aku yg sedari tadi sdh terangsang agak merasa sedikit
kecewa karena didiamkan begitu saja. Lalu……
“Mas
Ari tunggu apalagi, bukankah kedua asetku ini yg mas inginkan selama ini?”,
tegasku memancing supaya dia kembali ke jalur permainan seperti semula.
“Eeh,
iya neng. Mas kaget liat tetek neng Nun. Soalnya gede dan putih”, jawabnya dgn
nada gemetar.
“Emang
punya istri mas ga segede ini ya?”, lanjutku walaupun sebenarnya pertanyaanku
itu sdh jauh melenceng dari zona permainan kami.
“Gede
sih, tapi ga seputih dan sekencang punya neng”, cetusnya sambil menjilati kedua “daging gantung” kepunyaanku itu.(kalo bangsa babilonia punya taman gantung,
sedangkan aku punya daging gantung)
“Ougghhhh…..huuhhhh…..terussssssss
masss…mmhhhhhh”, suara nafasku tak beraturan sebagai respon dari atraksi
liarnya di bukit mengkalku itu sehingga gairahku bangkit kembali.
Kali
ini mas Ari benar-benar ingin memperlihatkan kelihaiannya dalam membakar gairah
wanita. Buktinya pelintiran dan kuluman tak henti-hentinya di daratkan di
puting dadaku yg bewarna pink yg membuatku merasakan sensasi yg luar biasa.
TNunk
sampai di situ saja karena sambil mulutnya melahap putik gunung kembarku,
tangannya juga beroperasi dgn tdk kalahnya di pangkal pahaku. Aku entah berada
dimana rasanya ketika dia melakukan aksi ganda itu. Sensasinya membuatku tdk
peduli lagi akan harga sebuah kehormatan. Yg ada dalam benakku saat itu adalah
rasa nikmat yg tak tertahan dan ingin segera ku tuntaskan malam itu juga.
“Oooggghhhh
Massssssssss…Tiiiiooooooooooooo..”, bunyi suaraku ketika tangannya sdh beralih
ke area selangkanganku.
Dgn
keahlian yg dimilikinya, mas Ari mengelus-elus pahaku yg masih tertutup oleh
rok miniku. Lama-kelamaan elusannya bergerak menyusuri relung meqiku yg sedari
tadi sdh lembab. Aku merasakan jari tangannya menjalari liang kewanitaaku.
Entah apa yg dicarinya di sana. Singkatnya dia melakukan “operasi lima jari” di
area sensitifku itu. Akan tetapi akhirnya aku mengetahui bahwa dia sedang
berusaha mencari “biji mete” di liang kenikmatanku itu.
“Mmppppppppphhhhhhh….ggggghhhhhh,,masss”,
kembali nafasku menceracau tak berirama kala jari-jarinya “bercanda” dgn lobang
meqiku.
“Masss,aku
sdh ga tahan mas, mmmpphhhhhhh……”, desahku dgn nada 100 persen terangsang
Tdk
tega melihat aku tersiksa dgn kenikmatan yg belum tertuntaskan itu, mas Ari dgn
sigap menarik Rok miniku sehingga aku sekarang hanya mengenakan celana dalam.
Dari celana dalamku tersebut terlihat oleh mas Ari bercak bening cairan meqiku
yg menandakan bahwa aku memang sdh terangsang dan sdh saatnya rangsangan itu
disempurnakan. Tanpa dikomandoi lagi, mas Ari langsung melucuti celana dalam yg
merupakan benteng terakhirku.
Dari
balik celana dalam pink ku tersebut terpampanglah bukit segitiga yg ditumbuhi rerumputan
yg masih halus. Hal ini bisa dimaklumi karena umurku baru 20 tahun dan aku sama
sekali belum pernah mencukur tembakau-tembakau liar tersebut. Untuk kedua
kalinya mas Ari harus berkutat dgn ketertegunannya menyaksikan “kawah
sensitifku” itu.
Akan
tetapi, kali ini mas Ari cepat tanggap karena dia langsung membuka celananya
dan mengarahkan batang kelelakiannya ke “goa pribadiku” tersebut. Aku cukup
terperanjat melihat ukuran “sosis swiss” nya yg sangat besar itu layaknya
bintang porno Amerika (asal pembaca tau aja kalo aku suka koleksi film porno).
Ditambah lagi bulu-bulu lebat yg mengitarinya yg membuat torpedonya itu tampak
gagah perkasa.
Lalu
dgn perlahan mas Ari menuntun ujung rudalnya itu ke liang meqiku, aku meringis
minta ampun karena meqiku tdk kuasa menampung sodokan “daging bertulang rawan”
kepunyaannya yg maha akbar tersebut. 3cm…. 5cm… 9cm… begitu seterusnya hingga
“batang keperkasaannya” itu amblas tenggelam dalam miss V ku.
“Mmmppphhhhhh….sssshhhhhhh,
terus masss..yesss”, igauku mengimbangi sodokan-sodokan nikmat tersebut.
Setelah
Mr. P nya sdh terasa “serasi” di dalam miss V ku, mas Ari mulai mempercepat
tempo genjotannya. Dgn kedua tangan berpegangan di buah dadaku yg mulai
mengeras, mas Ari memacu “batang kelelakiannya” keluar masuk “liang
kewanitaannku”.
“Plaaakkk…plaaakkk….”,
begitu bunyi yg terdengar ketika paha mas Ari bertubrukan dgn pantatku. Belum
lagi bunyi becek Meqiku yg kian menambah semarak usaha pencapaian kenikmatan
kami.
“Terus
mas, genjot aku sepuasmu…perlakukan aku sesuka hatimu..sodok aku mas…”, ujarku
tak karuan.
“aggghhhh,…neng
Nun…meqi neng rapat sekali..burung mas kewalahan ni…ohhh”, rintih mas Ari
sambil keringatnya bercucuran.
“Aaaa….mmmmmhhhh…enak
mas…iya, terus mas….genjot mas…sedot susuku mas…”, erangku sambil kepalaku
bergoyang ke kanan-ke kiri untuk mengimbangi aliran kenikmatan yg sedang
menjalari tubuh telanjangku itu. Semakin aku menceracau, semakin cepat irama
mas Ari menancapkan pentongannya ke dalam lontongku.
Belum lagi kedua buah
dadaku yg berayun ke sana-kemari mengikuti sodokan-sodokan yg dahsyat tersebut,
yg memacu adrenalin mas Ari untuk segera menuntaskan pendakian puncak
kenikmatan ini. Akhirnya aku merasakan aliran yg sangat sensasional menjalari
seluruh tubuhku dan lama-kelamaan bermuara pada satu titik, yaitu meqiku.
“Mas..Aaaaaaku…
mauuu…keluaaarrr…mas…oughhhh”, seruku memberi pertanda kalo sebentar lagi aku
akan orgasme.
“Tahan
neng Nun, mas juga mau keluar ni…sabar neng..kita sama-sama”, teriaknya sambil
menambah “speed” genjotannya
“Mas…aaakuu..keee..luuarrrr
mas….oughhh”, lenguhku sambil mengejang hebat dan saat itu juga muntahlah lahar
panas dari “liang senggamaku” itu. Pinggulku naik dan berputar ke sana-sini
untuk meresapi setiap inci dari kenikmatan orgasme tersebut.
Nafasku
tersengal-sengal dan keringatku bercucuran dgn hebatnya. Sedangkan Mas Ari
kulihat masih berjuang dgn sisa-sisa tenaganya untuk mendaki puncak kenikmatan
yg tak kunjung menghampirinya. Kulihat butir-butir keringat membasahi bNunng
dadanya yg atletis dan berbulu itu. Pada akhirnya…
“Neng
Nun…mas maaauuuu…keluarrrrrrr…oughhh..ssssshhhhh”, teriaknya tersengal-sengal..
“Neng…meqi
neng enaaaakkkk…neng”, kata-katanya mulai tdk terkontrol.
“Nengg….mass….keeeluuaarrrrrrrr”,
erangnya
Dan
pada akhirnya……….. benar saja “Critt…critt….” air maninya yg hangat tumpah di
dalam meqiku dan kemudian meleleh keluar membasahi pahaku. Entah berapa cc air
mani yg disemprotkannya ke dalam meqiku. Kulihat mas Ari masih tersengal-sengal
sambil menikmati sisa-sisa oragasme yg luar biasa itu.
“Huuuhhh,
meqi neng Nun enak banget neng. Rapat banget neng. Jepitannya membuat burung
mas KO”, cetusnya sambil mengeluarkan “cerobong elastisnya” itu dari relung
meqiku.
“Muchh….”,
kecupannya mendarat di meqiku yg berlumuran air mani.
“Makasih
neng Nun, neng benar-banar luar biasa”, serunya sambil merogoh buah dadaku
untuk terakhir kalinya.
Aku
hanya terdiam. Tak ada reaksi utk memarahinya seperti yg kulakukan seperti di
awal tadi. Aku hanya larut dgn suasana nikmat yg telah diberikannya.
Asal
pembaca tau bahwa kejadian malam itu bukanlah kejadian yg terakhir karena sejak
saat itu kami malah sering melakukannya, bahkan sampai 2 kali atau 3 kali
seminggu. Sampai saat ini aku masih sering melakukannya. Entah sampai kapan aku
akan mengakhiri perbuatan nista ini. Aku harap para pembaca sekalian tdk
mengikuti jalan sesatku ini. Cukup aku sendiri saja yg mengalaminya.









No comments: