Cerita Sex Ibu Kos Yang Haus Akan Belaian
Ridwan, seorang bujangan berumur 28 tahun yang saat ini
sedang kebingungan. Pasalnya, panggilan pekerjaan dari sebuah perusahaan dimana
dia melamar begitu mendadak. Dia bingung bagaimana harus mencari tempat tinggal
secepat ini. Perusahaan dimana dia melamar terletak di luar kota, jangka waktu
panggilan itu selama empat hari, dimana dia harus melakukan tes wawancara.
Akhirnya dia memaksa berangkat besoknya, dengan tujuan
penginapanlah dimana dia harus tinggal. Dengan bekal yang cukup malah berlebih
mungkin, sampailah dia di penginapan dimana perusahaan yang dia lamar terletak
di kota itu juga. Sudah 2 hari ini dia tinggal di penginapan itu, selama ini
dia sudah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan guna kelancaran dalam
tes wawancara nanti.
Sampai pada akhirnya, dia membaca di surat kabar, bahwa
disitu tertulis menerima kos-kosan atau tempat tinggal yang permanen. Kemudian
dengan bergegas dia mendatangi alamat tersebut. Sampai pada akhirnya, sampailah
dia di depan pintu rumah yang dimaksud itu.
Perlahan Ridwan mengetuk pintu, tidak lama kemudian
terdengar suara kunci terbuka diikuti dengan seorang wanita tua yang muncul.
“Iya, ada perlu apa, Pak..?”
“Oh, begini.., tadi saya membaca surat kabar, disitu
tertulis bahwa di rumah ini menyediakan kamar untuk tempat tinggal.” sahut Ridwan
seketika.
“Oh, ya, memang benar, silakan masuk Pak, biar saya
memanggil nyonya dulu,” wanita tua itu mempersilakan Ridwan masuk.
“Hm.., baik, terima kasih.”
Sejenak kemudian Ridwan sudah duduk di kursi ruang tamu. Terlihat sekali keadaan ruang tamu yang sejuk dan asri. Ridwan
memperhatikan sambil melamun. Tiba-tiba Ridwan dikejutkan oleh suara wanita
yang masuk ke ruang tamu.
“Selamat siang, ada yang perlu saya bantu..?”
Terhenyak Ridwan dibuatnya, di depan dia sekarang berdiri
seorang wanita yang boleh dikatakan belum terlalu tua, umurnya sekitar 40
tahunan, cantik, anggun dan berwibawa.
“Oh.., eh.. selamat siang,” Ridwan tergagap kemudian dia
melanjutkan, “Begini Bu..”
“Panggil saya Bu Siska..,” tukas wanita itu menyahut.
“Hm.., o ya, Bu Siska, tadi saya membaca surat kabar yang
tertulis bahwa disini ada kamar untuk disewakan.”
“Oh, ya. Hm.., siapa nama anda..?”
“Ridwan Bu,” sahut Ridwan seketika.
“Memang benar disini ada kamar disewakan, perlu diketahui
oleh Nak Ridwan bahwa di rumah ini hanya ada tiga orang, yaitu, saya, anak saya
yang masih SMA dan pembantu wanita yang tadi bicara sama Nak Ridwan, kami
memang menyediakan satu kamar kosong untuk disewakan, selain agar kamar itu
tidak kotor juga rumah ini biar tambah ramai penghuninya.” dengan singkat Bu Siska
menjelaskan semuanya.
“Hm, suami Ibu..?” tanya Ridwan singkat.
“Oh ya, saya dan suami saya sudah bercerai satu tahun yang
lalu,” jawab Bu Siska singkat.
“Ooo, begitu ya, untuk masalah biayanya, berapa sewanya..?”
tanya Ridwan kemudian.
“Hm, begini, Nak Ridwan mau mengambil berapa bulan, biaya
sewa sebulannya dua ratus tujuh puluh ribu rupiah,” jawab Bu Siska menerangkan.
“Baiklah Bu Siska, saya akan mengambil sewa untuk enam
bulan,” kata Ridwan.
“Oke, tunggu sebentar, Ibu akan mengambil kuitansinya.” Akhirnya setelah mengemasi barang-barang di penginapan,
tinggallah Ridwan disitu dengan Bu Siska, Ida anak Bu Siska dan Bik Sumi
pembantu Bu Siska.
Sudah satu bulan ini Ridwan tinggal sambil menunggu
panggilan selanjutnya. Dan sudah satu bulan ini pula Ridwan punya keinginan
yang aneh terhadap Bu Siska. Wanita yang anggun, cantik dan berwibawa yang
cukup lama hidup sendirian. Ridwan tidak dapat membayangkan bagaimana mungkin
wanita yang masih kelihatan muda dari segi fisiknya itu dapat betah hidup
sendirian. Bagaimana Bu Siska menyalurkan hasrat seksualnya. Ingin sekali Ridwan
bercinta dengan Bu Siska. Apalagi sering Ridwan melihat Bu Siska memakai daster
tipis yang menampilkan lekuk-lekuk tubuh Bu Siska yang masih kelihatan kencang
dan indah. Ingin sekali Ridwan menyentuhnya.
“Aku harus bisa mendapatkannya..!” gumam Ridwan suatu saat.
“Saya harus mencari cara,” gumamnya lagi.
Sampai pada suatu saat kemudian, yaitu pada saat malam Minggu,
rumah kelihatan sepi, maklum saja, Ida anak Bu Siska tidur di tempat neneknya,
Bik Sumi balik ke kampung selama dua hari, katanya ada anaknya yang sakit.
Tinggallah Ridwan dan Bu Siska sendirian di rumah. Tapi Ridwan sudah
mempersiapkan cara bagaimana melampiaskan hasratnya terhadap Bu Siska. Lama Ridwan
di kamar, jam menunjukkan pukul delapan malam, dia melihat Bu Siska menonton TV
di ruang tengah sendirian. Akhirnya setelah mantap, Ridwan pun keluar dari kamarnya
menuju ke ruang tengah.
“Selamat malam, Bu, boleh saya temani..?” sejenak Ridwan
berbasa-basi.
“Oh, silakan Nak Ridwan..,” jawab Bu Siska kepada Ridwan.
“Ngomong-ngomong, tidak keluar nih Nak Ridwan, malam Minggu
loh, masa di rumah terus, apa tidak bosan..?” tanya Bu Siska kemudian.
“Ah, nggak Bu, lagian keluar kemana, biasanya juga malam
Minggu di rumah saja,” jawab Ridwan sekenanya.
Lama mereka berdua terdiam sambil menikmati acara TV.
“Oh, ya, Bu, boleh
saya buatkan minum..?” tanya Ridwan tiba-tiba.
“Lho, tidak usah Nak Ridwan, kok repot-repot..,”
“Ah, nggak apa-apa, sekali-kali saya yang buatkan minuman
untuk Ibu, masak Ibu dan Bik Sumi saja yang selalu membuatkan minuman untuk
saya.”
“Hm.., boleh kalau begitu, Ibu ingin minum teh saja,” kata
Bu Siska sambil tersenyum.
“Baiklah Bu, kalau begitu tunggu sebentar.” segera Ridwan
bergegas ke dapur.
Tidak lama kemudian Ridwan sudah kembali sambil membawa
nampan berisi dua teh dan sedikit makanan ringan di piring.
“Silahkan Bu, diminum, mumpung masih hangat..!”
“Terima kasih, Nak Ridwan.”
Akhirnya setelah sekian lama terdiam lagi, terlihat Bu Siska
sudah mulai mengantuk, tidak lama kemudian Bu Siska sudah tertidur di kursi
dengan keadaan memakai daster tipis yang menampilkan lekuk-lekuk tubuh dan
payudaranya yang indah. Tersenyum Ridwan melihatnya.
“Akhirnya aku berhasil, ternyata obat tidur yang kubeli di
apotik siang tadi benar-benar manjur, obat ini akan bekerja untuk beberapa saat
kemudian,” gumam Ridwan penuh kemenangan.
“Beruntung sekali tadi Bu Siska mau kubuatkan teh, sehingga
obat tidur itu dapat kucampur dengan teh yang diminum Bu Siska,” gumamnya
sekali lagi.
Sejenak Ridwan memperhatikan Bu Siska, tubuhnya yang pasrah
dan siap dipermainkan oleh lelaki manapun. Timbul gejolak kelelakian Ridwan
yang normal tatkala melihat tubuh indah yang tergolek lemah itu.
Diremas-remasnya dengan lembut payudara yang montok itu bergantian kanan kiri
sambil tangan yang satunya bergerilya menyentuh paha sampai ke ujung paha.
Terdengar desahan perlahan dari mulut Bu Siska, spontan Ridwan menarik kedua
tangannya.
“Mengapa harus gugup, Bu Siska sudah terpengaruh obat tidur
itu sampai beberapa saat nanti,” gumam Ridwan dalam hati.
Akhirnya tanpa pikir panjang lagi, Ridwan kemudian membopong
tubuh Bu Siska memasuki kamar Ridwan sendiri. Diletakkan dengan perlahan tubuh yang
indah di atas tempat tidur, sesaat kemudian Ridwan sudah mengunci kamar, lalu
mengeluarkan tali yang memang sengaja dia simpan siang tadi di laci mejanya.
Tidak lama kemudian Ridwan sudah mengikat kedua tangan Bu Siska
di atas tempat tidur. Melihat keadaan tubuh Bu Siska yang telentang itu, tidak
sabar Ridwan untuk melampiaskan hasratnya terhadap Bu Siska.
“Malam ini aku akan menikmati tubuhmu yang indah itu Bu Siska,”
kata Ridwan dalam hati.
Satu-persatu Ridwan melepaskan apa saja yang dipakai oleh Bu
Siska. Perlahan-lahan, mulai dari daster, BH, kemudian celana dalam, sampai
akhirnya setelah semua terlepas, Ridwan menyingkirkannya ke lantai. Terlihat
sekali sekarang Bu Siska sudah dalam keadaan polos, telanjang bulat tanpa
sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Diamati oleh Ridwan mulai dari wajah
yang cantik, payudara yang montok menyembul indah, perut yang ramping, dan
terakhir paha yang mulus dan putih dengan gundukan daging di pangkal paha yang
tertutup oleh rimbunnya rambut.
Sesaat kemudian Ridwan sudah menciumi tubuh Bu Siska mulai
dari kaki, pelan-pelan naik ke paha, kemudian berlanjut ke perut dan terakhir
ciuman Ridwan mendarat di payudara Bu Siska. Sesekali terdengar desahan kecil
dari mulut Bu Siska, tapi Ridwan tidak memperdulikannya. Diciumi dan diremas-remas
kedua payudara yang indah itu dengan mulut dan kedua tangan Ridwan. Puting
merah jambu yang menonjol indah itu juga tidak lepas dari serangan-serangan Ridwan.
Dikulum-kulum kedua puting itu dengan mulutnya dengan perasaan dan gairah
birahi yang sudah memuncak. Setelah puas Ridwan melakukan itu semua,
perlahan-lahan dia bangkit dari tempat tidur.
Satu-persatu Ridwan melepas pakaian yang melekat di
badannya, akhirnya keadaan Ridwan sudah tidak beda dengan keadaan Bu Siska,
telanjang bulat, polos, tanpa ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya.
Terlihat kemaluan Ridwan yang sudah mengencang hebat siap dihujamkan ke dalam
vagina Bu Siska. Tersenyum Ridwan melihat rudalnya yang panjang dan besar,
bangga sekali dia mempunyai rudal dengan bentuk begitu.
Perlahan-lahan Ridwan kembali naik ke tempat tidur dengan
posisi telungkup menindih tubuh Bu Siska yang telanjang itu, kemudian dia
memegang rudalnya dan pelan-pelan memasukkannya ke dalam vagina Bu Siska. Ridwan
merasakan vagina yang masih rapat karena sudah setahun tidak pernah tersentuh
oleh laki-laki. Akhirnya setelah sekian lama, rudal Ridwan sudah masuk semuanya
ke dalam vagina Bu Siska.
Ketika Ridwan menghunjamkan rudalnya ke dalam vagina Bu Siska
sampai masuk semua, terdengar rintihan kecil Bu Siska, “Ah.., ah.., ah..!”
Tapi Ridwan tidak menghiraukannya, dia lalu menggerakkan
kedua pantatnya maju munjur dengan teratur, pelan-pelan tapi pasti.
“Slep.., slep.., slep..,” terdengar setiap kali ketika Ridwan
melakukan aktivitasnya itu, diikuti dengan bunyi tempat tidur yang
berderit-derit.
“Uh.., oh.., uh.., oh..,” sesekali Ridwan mengeluh kecil,
sambil tangannya terus meremas-remas kedua payudara Bu Siska yang montok itu.
Lama Ridwan melakukan aktivitasnya itu, dirasakannya betapa
masih kencangnya dan rapatnya vagina Bu Siska. Akhirnya Ridwan merasakan
tubuhnya mengejang hebat, merapatkan rudalnya semakin dalam ke vagina Bu Siska.
“Ser.., ser.., ser..,” Ridwan merasakan cairan yang keluar
dari ujung kemaluannya mengalir ke dalam vagina Bu Siska.
“Oh.. ah.. oh.. Bu Siska.., oh..!” terdengar keluhan panjang
dari mulut Ridwan.
Setelah itu Ridwan merasakan tubuhnya yang lelah sekali,
kemudian dia membaringkan tubuhnya di samping tubuh Bu Siska dengan posisi
memeluk tubuh Bu Siska yang telah dinikmatinya itu.
Lama Ridwan dalam posisi itu sampai pada akhirnya dia
dikejutkan oleh gerakan tubuh Bu Siska yang sudah mulai siuman. Secara reflek, Ridwan
bangkit dari tempat tidurnya menuju ke arah saklar lampu dan mematikannya.
Tertegun Ridwan berdiri di samping tempat tidur dalam kamar yang sudah dalam
keadaan gelap gulita itu. Sesaat kemudian terdengar suara Bu Siska.
“Oh, dimana aku, mengapa gelap sekali..?”
Sebentar kemudian suasana menjadi hening.
“Dan, mengapa tanganku diikat, dan, oh.., tubuhku juga
telanjang, kemana pakaianku, apa yang terjadi..?” terdengar suara Bu Siska
pelan dan serak.
Suasana hening agak lama. Ridwan tidak tahu apa yang harus
dilakukannya. Dia diam saja.
Terdengar lagi suara Bu Siska mengeluh, “Oh.., tolonglah
aku..! Apa yang terjadi padaku, mengapa aku bisa dalam keadaan begini, siapa
yang melakukan ini terhadapku..?” keluh Bu Siska.
Akhirnya timbul kejantanan dalam diri Ridwan, bagaimanapun
setelah apa yang dia lakukan terhadap Bu Siska, Ridwan harus berterus terang
mengatakannya semuanya.
“Ini saya..,” gumam Ridwan lirih.
“Siapa, kamukah Yodi..? Mengapa kamu kembali lagi padaku..?”
sahut Bu Siska agak keras.
“Bukan, ini saya Bu.., Ridwan..,” Ridwan berterus terang.
“Ridwan..!” kaget Bu Siska mendengarnya.
“Apa yang kamu lakukan pada Ibu, Ridwan..? Bicaralah..!
Mengapa Ibu kamu perlakukan seperti ini..?” tanya Bu Siska kemudian.
Kemudian Ridwan bercerita mulai dari awal sampai akhir,
bagaimana mula-mula dia tertarik pada Bu Siska, sampai pada keheranannya
bagaimana juga Bu Siska dapat hidup sendiri selama setahun tanpa ada laki-laki
yang dapat memuaskan hasrat birahi Bu Siska. Juga tidak lupa Ridwan
menceritakan semua yang dia lakukan terhadap Bu Siska selama Bu Siska tidak
sadar karena pengaruh obat tidur. Tertegun Bu Siska mendengar semua perkataan Ridwan.
Lama mereka terdiam, tapi terdengar Bu Siska bicara lagi.
“Ridwan.., Ridwan.., Ibu memang menginginkan laki-laki yang
bisa memuaskan hasrat birahi Ibu, tapi bukan begini caranya, mengapa kamu tidak
berterus-terang pada Ibu sejak dulu, kalaupun kamu berterus terang meminta
kepada Ibu, pasti Ibu akan memberikannya kepadamu, karena Ibu juga merasakan
bagaimana tidak enaknya hidup sendiri tanpa laki-laki.”
“Terus terang saya malu Bu, saya malu kalau Ibu menolak
saya.”
“Tapi setidaknya kan, berterus terang itu lebih sopan dan
terhormat daripada harus memperlakukan Ibu seperti ini.”
“Saya tahu Bu, saya salah, saya siap menerima sanksi apapun,
saya siap diusir dari rumah ini atau apa saja.”
“Oh, tidak Ridwan, bagaimanapun kamu telah melakukannya
semua terhadap Ibu.
Sekarang Ibu tidak lagi terpengaruh oleh obat tidur itu
lagi, Ibu ingin kamu melakukannya lagi terhadap Ibu apa yang kamu perbuat tadi,
Ibu juga menginginkannya Ridwan tidak hanya kamu saja.”
“Benar Bu..?” tanya Ridwan kaget.
“Benar Ridwan, sekarang nyalakanlah lampunya, biar Ibu bisa
melihatmu seutuhnya,” pinta Bu Siska kemudian.
Tanpa pikir panjang lagi, Ridwan segera menyalakan lampu
yang sejak tadi padam. Sekarang terlihatlah kedua tubuh mereka yang sama-sama
polos, dan telanjang bulat dengan posisi Bu Siska terikat tangannya.
“Oh Ridwan, tubuhmu begitu atletis. Kemarilah, nikmatilah
tubuh Ibu, Ibu menginginkannya Ridwan..! Ibu ingin kamu memuaskan hasrat birahi
Ibu yang selama ini Ibu pendam, Ibu ingin malam ini Ibu benar-benar
terpuaskan.”
Perlahan Ridwan mendekati Bu Siska, diperhatikan wajah yang
tambah cantik itu karena memang kondisi Bu Siska yang sudah tersadar, beda
dengan tadi ketika Bu Siska masih tidak sadarkan diri. Diusap-usapnya dengan
lembut tubuh Bu Siska yang polos dan indah itu, mulai dari paha, perut, sampai
payudara. Terdengar suara Bu Siska menggelinjang keenakan.
“Terus.., Ridwan.., ah.. terus..!” terlihat tubuh Bu Siska
bergerak-gerak dengan lembut mengikuti sentuhan tangan Ridwan.
“Tapi, Ridwan, Ibu tidak ingin dalam keadaan begini, Ibu
ingin kamu melepas tali pengikat tangan Ibu, biar Ibu bisa menyentuh tubuhmu
juga..!” pinta Ibu Siska memelas.
“Baiklah Bu.”
Sedetik kemudian Ridwan sudah melepaskan ikatan tali di
tangan Bu Siska. Setelah itu Ridwan duduk di pinggir tempat tidur sambil kedua
tangannya terus mengusap-usap dan meremas-remas perut dan payudara Bu Siska.
“Nah, begini kan enak..,” kata Bu Siska.
Sesaat kemudian ganti tangan Bu Siska yang meremas-remas dan
menarik maju mundur kemaluan Ridwan, tidak lama kemudian kemaluan Ridwan yang
diremas-remas oleh Bu Siska mulai mengencang dan mengeras lagi. Benar-benar
hebat si Ridwan ini, dimana tadi kemaluannya sudah terpakai sekarang mengeras
lagi. Benar-benar hyper dia.
“Oh.., Ridwan, kemaluanmu begitu keras dan kencang, begitu
panjang dan besar, ingin Ibu memasukkannya ke dalam vagina Ibu.” kata Bu Siska
lirih sambil terus mempermainkan kemaluan Ridwan yang sudah membesar itu.
Diperlakukan sedemikian rupa, Ridwan hanya dapat mendesah-desah
menahan keenakan.
“Bu Siska, oh Bu Siska, terus Bu Siska..!” pinta Ridwan
memelas.
Semakin hebat permainan seks yang mereka lakukan berdua,
semakin hot, terdengar desahan-desahan dan rintihan-rintihan kecil yang keluar
dari mulut mereka berdua.
“Oh Ridwan, naiklah ke atas tempat tidur, naiklah ke atas
tubuhku, luapkan hasratmu, puaskan diriku, berikanlah kenikmatanmu pada Ibu..!
Ibu sudah tak tahan lagi, ibu sudah tak sabar lagi..” desis Bu Siska memelas
dan memohon.
Sesaat kemudian Ridwan sudah naik ke atas tempat tidur,
langsung menindih tubuh Bu Siska yang telanjang itu, sambil terus menciumi dan
meremas-remas payudara Bu Siska yang indah itu.
“Oh, ah, oh, ah.., Ridwan oh..!” tidak ada kata yang lain
yang dapat diucapkan Bu Siska yang selain merintih dan mendesah-desah, begitu
juga dengan Ridwan yang hanya dapat mendesis dan mendesah, sambil
menggosok-gosokkan kemaluannya di atas permukaan vagina Bu Siska. Reflek Bu Siska
memeluk erat-erat tubuh Ridwan sambil sesekali mengusap-usap punggung Ridwan.
Sampai suatu ketika, tangan Bu Siska memegang kemaluan Ridwan
dan memasukkannya ke dalam vaginanya. Pelan dan pasti Ridwan mulai memasukkan
kemaluannya ke dalam vagina Bu Siska, sambil kedua kakinya bergerak menggeser
kedua kaki Bu Siska agar merenggang dan tidak merapat, lalu menjepit kedua kaki
Bu Siska dengan kedua kakinya untuk terus telentang. Akhirnya setelah sekian
lama berusaha, karena memang tadi Ridwan sudah memasukkan kemaluannya ke dalam
vagina Bu Siska, sekarang agak gampang Ridwan menembusnya, Ridwan sudah
berhasil memasukkan seluruh batang kemaluannya ke dalam vagina Bu Siska.
Kemudian dengan reflek Ridwan menggerakkan kedua pantatnya
maju mundur teru-menerus sambil menghujamkan kemaluannya ke dalam vagina Bu Siska.
“Slep.., slep.., slep..,” terdengar ketika Ridwan melakukan
aktivitasnya itu.
Terlihat tubuh Bu Siska bergerak menggelinjang keenakan
sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya mengikuti irama gerakan pantat Ridwan.
“Ah.., ah.., oh.. Ridwan.., jangan lepaskan, teruskan,
teruskan, jangan berhenti Ridwan, oh.., oh..!” terdengar rintihan dan desahan
nafas Bu Siska yang keenakan.
Lama Ridwan melakukan aktivitasnya itu, menarik dan
memasukkan kemaluannya terus-menerus ke dalam vagina Bu Siska. Sambil mulutnya
terus menciumi dan mengulum kedua puting payudara Bu Siska.
“Oh.., ah.. Bu Siska, oh.., kamu memang cantik Bu Siska,
akan kulakukan apa saja untuk bisa memuaskan hasrat birahimu, ih.., oh..!”
desis Ridwan keenakan.
“Oh.., Ridwan.., bahagiakanlah Ibu malam ini dan seterusnya,
oh Ridwan.., Ibu sudah tak tahan lagi, oh.., ah..!”
Semakin cepat gerakan Ridwan menarik dan memasukkan
kemaluannya ke dalam vagina Bu Siska, semakin hebat pula goyangan pantat Bu Siska
mengikuti irama permainan Ridwan, sambil tubuhnya terus menggelinjang bergerak-gerak
tidak beraturan.
Semakin panas permainan seks mereka berdua, sampai akhirnya
Bu Siska merintih, “Oh.., ah.., Ridwan.., Ibu sudah tak tahan lagi, Ibu sudah
tak kuat lagi, Ibu mau keluar, oh Ridwan.., kamu memang perkasa..!”
“Keluarkan Bu..! Keluarkanlah..! Puaskan diri Ibu..! Puaskan
hasrat Ibu sampai ke puncaknya..!” desis Ridwan menimpali.
“Mari kita keluarkan bersama-sama Bu Siska..! Oh, aku juga
sudah tak tahan lagi,” desis Ridwan kemudian.
Setelah berkata begitu, Ridwan menambah genjotannya terhadap
Bu Siska, terus-menerus tanpa henti, semakin cepat, semakin panas, terlihat
sekali kedua tubuh yang basah oleh keringat dan telanjang itu menyatu begitu
serasi dengan posisi tubuh Ridwan menindih tubuh Bu Siska.
Sampai akhirnya Ridwan merasakan tubuhnya mengejang hebat,
begitu pula dengan tubuh Bu Siska. Keduanya saling merapatkan tubuhnya
masing-masing lebih dalam, seakan-akan tidak ada yang memisahkannya.
“Ser.., ser.., ser..!” terasa keluar cairan kenikmatan
keluar dari ujung kemaluan Ridwan mengalir ke dalam vagina Bu Siska, begitu
nikmat seakan-akan seperti terbang ke langit ke tujuh, begitu pula dengan tubuh
Bu Siska seakan-akan melayang-layang tanpa henti di udara menikmati kepuasan
yang diberikan oleh Ridwan.
Sampai akhirnya mereka berdua berhenti karena merasa
kelelahan yang amat sangat setelah bercinta begitu hebat. Sejenak kemudian, masih dengan posisi yang saling menindih,
terpancar senyum kepuasan dari mulut Bu Siska.
“Ridwan, terima kasih atas apa yang telah kau berikan pada
Ibu..,” kata Bu Siska sambil tangannya mengelus-elus rambut Ridwan.
“Sama-sama Bu, aku juga puas karena sudah membuat Ibu
berhasil memuaskan hasrat birahi Ibu,” sahut Ridwan dengan posisi menyandarkan
kepalanya di atas dada Bu Siska.
Suasana yang begitu mesra.
“Selama disini, mulai malam ini dan seterusnya, Ibu ingin
kamu selalu memberi kepuasan birahi Ibu..!” pinta Ibu Siska.
“Saya berjanji Bu, saya akan selalu memberikan yang terbaik
bagi Ibu..,” kata Ridwan kemudian.
“Ah, kamu bisa saja Wan,” tersungging senyum di bibir Bu Siska.
“Tapi, ngomong-ngomong bagaimana dengan Ida dan Bik Sumi..?”
tanya Ridwan.
“Lho, kita kan bisa mencari waktu yang tepat. Disaat Ida
berangkat sekolah juga bisa, dan Bik Sumi di dapur. Di saat keduanya tidur pun
kita bisa melakukannya. Pokoknya setiap saat dan setiap waktu..!” jawab Bu Siska
manja sambil tangannya mengusap-usap punggung Ridwan.
Sejenak Ridwan memandang wajah Bu Siska, sesaat kemudian
keduanya sama-sama tertawa kecil. Akhirnya apa yang mereka pendam berdua
terlampiaskan sudah. Sambil dengan keadaan yang masih telanjang dan posisi
saling merangkul mesra, mereka akhirnya tertidur kelelahan.









No comments: